Elsistensi, kedudukan dan wewenang Komisi Yudisial sebagai lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia pasca amandemen UUD 45 / Titik Triwulan Tutik
No. Panggil : | 342.05 |
Nama Orang : | Titik Triwulan Tutik, 1968- |
Subjek : | |
Penerbitan : | Jakarta : Prestasi pustaka, 2007 |
Bahasa : | Indonesia |
ISBN : | 978-979-24-1943-6 |
Edisi : | Cet. 1 |
Catatan Umum : | |
Catatan Bibliografi : | |
Catatan Seri : | |
Sumber : | |
Lembaga Pemilik : | Perpustakaan STIK |
Lokasi : | Lantai 2 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
342.05 | 01-10-8876 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 5820 |
Hasil perubahan UUD 1945 telah melahirkan bangunan kelembagan negara yan satu sama lain dalam posisi setara dengan saling melakukan kontrol (cheks and balances), mewujutkan supremasi hukum dan keadilan serta menjamin dan melingdungi hak asasi manusia. Konstruksi kekuasaan kehakiman berdasarkan perubahan tersebut, tidak lagi menjadi otoritas Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan di bawahnya, tetapi juga oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu juga mengintroduksi suatu lembaga negara baru yang berkaitan dengan pengelenggaraan kekuasaan kehakiman yang disebut Komisi Yudisial (KY).
Pembentukan KY merupakan salah satu wujudnyata dari perlunya keseimbangan dan kontrol di antara lembaga-lembaga negara. Pembentukan KY merupakan penegasan terhadap prinsip negara hukum dan perlunya perlindungan hak asasi (hak konstitusional ) yang telah dijamin konstitusi. Selain itu, pembentukan KY dimaksudkan sebagai sarana penyelesaian problem yang terjadi dalam praktek ketatanegaraan yang sebelumnya tidak ditentukan.
KY sebagai lembaga kenegaraan dikonstruksikan sebagai lembaga negara yang bersifat mandiri dan lepas dari intervensi lembaga negara lain dengan tugas utama mengusulkan pengangkatan hakim agung dan menegakkan kehormatan dan lehuhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
Permasalahannya adalah eksistensi KY hingga saat ini masih menimbulkan problematika yuridis. Fungsi pengawasan terhadap prilaku hakim. Hakim agung dan hakim konstitusi melahirkan resistensi yang berujung pada yudisial review terhadap UU no.22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Al hasil beberapa pasal yang berkaitan dengan fungsi pengawasan KY dinyatakan oleh MK tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Apakah sebenarnya dengan keberadaan KY ini dalam ketatanegaraan kita ? Melalui buku ini dipaparkan secara gamblang mengenai eksistensi KY dari gagasan awal pembentukan KY sampai prospeknya dimasa datang.
Pembentukan KY merupakan salah satu wujudnyata dari perlunya keseimbangan dan kontrol di antara lembaga-lembaga negara. Pembentukan KY merupakan penegasan terhadap prinsip negara hukum dan perlunya perlindungan hak asasi (hak konstitusional ) yang telah dijamin konstitusi. Selain itu, pembentukan KY dimaksudkan sebagai sarana penyelesaian problem yang terjadi dalam praktek ketatanegaraan yang sebelumnya tidak ditentukan.
KY sebagai lembaga kenegaraan dikonstruksikan sebagai lembaga negara yang bersifat mandiri dan lepas dari intervensi lembaga negara lain dengan tugas utama mengusulkan pengangkatan hakim agung dan menegakkan kehormatan dan lehuhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
Permasalahannya adalah eksistensi KY hingga saat ini masih menimbulkan problematika yuridis. Fungsi pengawasan terhadap prilaku hakim. Hakim agung dan hakim konstitusi melahirkan resistensi yang berujung pada yudisial review terhadap UU no.22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Al hasil beberapa pasal yang berkaitan dengan fungsi pengawasan KY dinyatakan oleh MK tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Apakah sebenarnya dengan keberadaan KY ini dalam ketatanegaraan kita ? Melalui buku ini dipaparkan secara gamblang mengenai eksistensi KY dari gagasan awal pembentukan KY sampai prospeknya dimasa datang.
:: Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK)
LONTAR 4 :: Library Automation and Digital Archive