Buku :: Kembali ::

Praktek demokrasi langsung di Indonesia

No. Panggil : 321.4
Nama Orang : Kholid O Santosa
Subjek :
  1. DEMOKRASI
Penerbitan : Bandung : Sega Arsy, 2009
Bahasa : Indonesia
ISBN : [978-979-98365-2-2]
Edisi :
Catatan Umum :
Catatan Bibliografi :
Catatan Seri :
Sumber :
Lembaga Pemilik : Perpustakaan STIK
Lokasi : Lantai 2
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
321.4 01-14-004541 TERSEDIA
Catatan: Hanya file pdf yang dapat dibaca online
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 53343
Praktek Demokrasi Langsung di Indonesia
Bukan hal yang mudah untuk mencari pemimpin bagi 250 juta jiwa rakyat Indonesia. Yang dimana kita merupakan negeri yang subur makmur, gemah ripah lohjinawi, dan memiliki beberapa suku, budaya etnis yang berbeda. Setelah runtuh nya orde baru dengan ditandai lengsernya presiden Soeharto yang telah berkuasa sekitar 32 tahun pada1998, Indonesia mengalami masa transisi untuk masuk ke dalam era demokrasi. Tapi masa transisi itulah yang membuat Indonesia kebingungan, Habibie yang pada saat itu menjadi presiden menggantikan soeharto, di guncang dengan kasus besar dimana Timor-timor lepas dari bagian NKRI. Dan dimasa transisi inilah Indonesia mulai memiliki tokoh-tokoh intelektual semacam Amien Rais yang dikenal dengan bicaranya yang seadanya, Megawati yang menggambarkan sosok dari ayahnya yang tak lain adalah mantan presiden soekarno, dan yang lainnya semacam Hamzah Haz dan Akbar tanjung. Pemilu 1999 merupakan awal dari perjuangan karir politik mereka, PDI Perjuangan yang diketuai oleh Megawati Akhirnya berhasil menjadi pemenang pemilu 1999. Tapi hal tersebut tidak memuluskan langkahnya sebagai RI 1 karena terdapat kekuatan poros tengah yang diprakarsai oleh Amien Rais yang menolak secara langsung megawati menjadi presiden dengan slogannya ?Asal Bukan Mega?. Dan Akhirnya sang ?kuda hitam? lah yang tak lain adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang melenggang menjadi presiden sesuai keputusan sidang MPR yang diketuai Amien Rais. Tapi Anehnya, di tangan Amien Rais pula lah Gus dur harus lengser sebagai presiden Republik Indonesia melalui Tap MPR dan digantikan oleh Megawati yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden pada tahun 2001.Dan akhirnya megawati mendapat mandat untuk meneruskan pelayaran kapal besar dalam mengarungi ganasnya samudra yang di dampingi oleh Hamzah Haz sebagai Wakilnya. Megawati menjadi presiden Republik Indonesia hanya sampai 2004 karena adanya pemilu kembali.
Masyarakat yang menginginkan suasana seperti orde baru kembali, dimana harga sembako murah, situasi dan kondisi aman yang semuai itu tidak didapat dalam pemerintahan Gusdur dan Megawati membuat golkar kembali memenangkan perolehan suara tertinggi dalam pemilu legislatif dengan perolehan 21 % mengalahkan PDIP yang memperoleh 19 % suara. Oleh karena itu Golkar sangat optimistis dalam menatap pemilu presiden 2004. kesalahan fatal dilakukan oleh golkar, itu terjadi saat konvensi partai golkar yang bertujuan untuk menetapkan calon presiden dari partai golkar. Akbar tanjung sang ketua umum yang semula di gembar-gemborkan menjadi kandidat kuat capres dari partai golkar tanpa diduga berhasil dikalahkan oleh Wiranto dalam pemungutan suara yang dilakukan oleh kalangan intern partai. Dan suara golkar pun akhirnya terpecah, sebagian mendukung Wiranto yang menggandeng Salahuddin Wahid yang notabene adalah elite partai PKB sekaligus adik dari gusdur dan sebagian lagi mendukung Jusuf kalla yang di gandeng oleh Susilo Bambang Yudhoyono (Demokrat) sebagai cawapres. Sementara pasangan lainnya adalah, Megawati-KH.Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, dan Hamzah haz-Agum Gumelar.
Menuju Arena Pertarungan
Terlepas dari Partai besar semacam PDI, Golkar, PKB, PPP, PAN, beserta aliansinya. Ketokohan pun merupakan daya tarik tersendiri dalam mendulang suara, hal ini dapat dibuktikan dengan hasil pilpres putaran kesatu. Partai-partai yang berada dibelakang semua pasangan hanyalah sebagai mesin politik yang menunjang mereka. Masyarakat beranggapan bahwa partai politik hanya mementingkan kepentingannya masing-masing bukan memperhatikan rakyat yang dibawahnya. Ada juga yang mengaitkannya dengan ramalan Ranggowarsito berdasarkan kata No-To-No-Go-Ro, dimana No pertama adalah SoekarNO, kedua SoeharTO, mungkinkan No selanjutnya adalah Susilo Bambang YudhoyoNO. Fenomena kekuatan Sipil-Militer pun tidak boleh kita lupakan, bahkan jauh-jauh hari Akbar Tanjung mengatakan apabila ia mencalonkan diri menjadi capres maka ia akan memilih wakil dari kalangan militer-jawa. Ia bahkan telah mengamati beberapa tokoh militer semacam Prabowo, Wiranto, dan Endriarto Sutarto. Tetapi takdir berkata lain, disaat ia memiliki tingkat kepercayaan tinggi yang lebih untuk menjadi Capres dari partai golkar justru ia kalah sebelum pertandingan berlangsung, ia kalah oleh sistem yang ia buat sendiri di partai golkar. Untuk peluang pasangan capres dan cawapres yang lolos, memang setiap pasangan memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Tapi jika dilihat dalam perspektif politik selama ini , peluang pasangan SBY-JK diperkirakan akan unggul dari Mega-Hasyim. Selain keduanya sangat berpengalaman sebagai menteri koordinator, dimana SBY mantan menkopolkam dan JK mantan menkokesra, ironisnya mereka menjadi menteri koordinator justru pada pemerintahan Megawati. Tetapi kalkulasi terakhir akan ditentukan oleh rakyat sendiri. Namun pada nyatanya, demokrasi langsung bukan menjadi pilihan yang paling menjanjikan. Dalam praktek, demokrasi langsung sering dijadikan ajang kekuatan dan kekusaan. Tak jarang kita temukan model pemilihan langsung justru memecah belah komunitas dan kalangan masyarakat. Masyarakat sering dijadikan tumbal para elite partai politik yang tak becus mengurus Negara ini dari bencana alam, kelaparan, pengangguran dan masalah kompleks lainnya.

:: Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK)
LONTAR 4 :: Library Automation and Digital Archive