Buku :: Kembali ::

Kesaksian Peristiwa Tanjung Priok tragedi yang tidak perlu

No. Panggil : 364
Nama Orang : Widjiono Wasis
Penerbitan : Jakarta : Balai Pustaka, 2003
Bahasa : Indonesia
ISBN : [979-690-113-7]
Edisi : ke I
Catatan Umum :
Catatan Bibliografi :
Catatan Seri :
Sumber :
Lembaga Pemilik : Perpustakaan STIK
Lokasi : Lantai 2
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
364 11111 TERSEDIA
Catatan: Hanya file pdf yang dapat dibaca online
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 43048
Berang campuh itu sudah terjadi. Seseorang menikam yang lain. Seorang lagi menggigit, menggulung dan membanting lawannya hingga ke ujung aspal. Cucuran darah tak lagi terasa. Pertarungan hidup mati, taruhannya. Peristiwa itu terjadi pada malam Rabu Pon, 12 September 1984, di ujung jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, Jakarta Utara, antara pengunjuk rasa dan aparat yang menghadangnya. Beberapa pengunjuk rasa berusaha merebut senjata aparat hingga terpental. Seorang berseragam, nyaris batok kepalanya dicucuk celurit oleh pengunjuk yang lain. Beruntung, orang yang berseragam itu segera berkelit ke kiri dan ke kanan, kemudian loncat mundur mundur dan terhindarlah dari mara bahaya.
inilah ganbaran nyata dari tragedi yang menumpahkan darah orang-orang yang kemungkinan sebagian besar tak mengerti masalah, ketika luapan amarah tak lagi terpelihara. Dalam kondisi campuh seperti itu, siapa pun bisa terluka, bahkan siapa pun bisa kehilangan nyawa, termaksud aparat, sekalipun mereka berbekal senjata.
Tragedi Tanjung Priok adalah buah dari amarah yang tak terkendali dan buah dari kekecewaan yang meruntuhkan harga diri. Atas nama agama, orang bisa melakukan apa saja, termasuk mencaci, menghina, mengajak perang, menumpahkan darah. Orang hanya melihat bahwa segala sesuatu yang dilakukan menjadi jihad dan mati adalah harga yang harus dipersembahkan untuk menyongsong bidadari di surga sana
:: Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK)
LONTAR 4 :: Library Automation and Digital Archive