Kinerja satuan reserse kriminal Polres Aceh Tamiang terhadap tindak pidana kekerasan oleh anggota komite peralihan Aceh
Nama Orang : | Andi Rahmansyah |
Subjek : | |
Penerbitan : | Jakarta : PTIK, 2008 |
Bahasa : | none |
Deksipsi Fisik : | xii, 128 hlm.: 30 cm |
Catatan Umum : | |
Lembaga Pemilik : | Perpustakaan STIK |
Lokasi : |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
51-08-001 | TERSEDIA |
51-08-001.pdf :: Unduh
Catatan: Hanya file pdf yang dapat dibaca online
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 34741 |
Ditandatanganinya memorandum of Understanding (MoU), oleh pemerintah dengan GAM pada 15 Agustus 2005, sebagai wujud dari keinginan menghentikan konflik secara permanen, sepatutnya didukung dan dijaga secara bersama. Dalam perjanjian damai tersebut GAM harus membubarkan diri tetapi faktanya GAM hanya mengganti nama menjadi KPA (Komite Peralihan Aceh), dalam komite tersebut terdiri dari orang-orang eks GAM dimana dalam melakukan kegiatan organisasinya baik itu bidang politik, ekonomi, sosial budaya, telah menimbulkan banyak tindak kekerasan. Dengan banyaknya kekerasan yang dilakukan oleh anggota Komite Peralihan Aceh, pada era reformasi seperti sekarang ini, menjadikan permasalahan menonjol di Aceh yang perlu mendapatkan prioritas penanganan dan perhatian pihak polisi. Dimana profesi polisi adalah profesi mulia, yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, memelihara ketertiban umum dan membimbing masyarakat agar taat hukum.
Penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Polres Aceh Tamiang, dengan menggunakan konsep dan teori Kinerja, Hak Korban, Kualitas Pelayanan (Quality Service), Peniruan Model Kejahatan (Crime Imitation Model), Kekerasan, Konsep Efektivitas, Unsur-unsur Manajemen, Penegakan Hukum, Teori Deterrece dan Komite Peralihan Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif atau penelitian eksploratif yang biasanya lebih bersifat studi kasus.
Temuan penelitian, pertama, kasus kekerasan yang terjadi, antara lain kekerasan terhadap pengrusakan benda, penganiayaan, penganiayaan secara bersama-sama, penculikan intimidasi, pengancaman. Kekerasan tersebut dapat disebabkan karena kepentingan politik,ekonomi maaupun hal-hal lain dari sudut lain yang berhubungan dengan sendi kehidupan masyarakat Aceh Tamiang. Kedua, pelayanan pada korban tindak pidana kekerasan yang dilakukan massa anggota KPA, sudah maksimal dengan melakukan penyidikan sesuai dengan KUHAP dan undang-undang yang berlaku, serta petunjuk teknis dan lapangan terutama jika memang dibutuhkan oleh korban suatu tindakan pengamanan maka hal itu akan diberikan dan kadang-kadang melakukan pengamanan yang melekat. Ketiga, Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu antara lain faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, faktor masyarakat dan faktor dudaya , dari beberapa faktor tersebut, faktor sarana dan jumlah personel yang paling utama yang mempengaruhi pemenuhan perlindungan korban.
Kesimpulan, terjadinya kekerasan tersebut diakibatkan tidak ada tindakan tegas atau penegakan hukum terhadap pelakunya yakni anggota KPA, sehingga menimbulkan opini publik bahwa KPA kebal hukum, saran, perlunya pengajuan kepada pimpinan Polda untuk menambah jumlah personel dan sarana dan prasarana yang proporsional, proporsional berarti disesuaikan dengan kondisi yang ada di wilayah hukum Polres Aceh Tamiang, dan mengedepankan putra daerah untuk direkrut menjadi anggota Polri yang mengetahui kharakteristik wilayah tersebut.
Penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Polres Aceh Tamiang, dengan menggunakan konsep dan teori Kinerja, Hak Korban, Kualitas Pelayanan (Quality Service), Peniruan Model Kejahatan (Crime Imitation Model), Kekerasan, Konsep Efektivitas, Unsur-unsur Manajemen, Penegakan Hukum, Teori Deterrece dan Komite Peralihan Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif atau penelitian eksploratif yang biasanya lebih bersifat studi kasus.
Temuan penelitian, pertama, kasus kekerasan yang terjadi, antara lain kekerasan terhadap pengrusakan benda, penganiayaan, penganiayaan secara bersama-sama, penculikan intimidasi, pengancaman. Kekerasan tersebut dapat disebabkan karena kepentingan politik,ekonomi maaupun hal-hal lain dari sudut lain yang berhubungan dengan sendi kehidupan masyarakat Aceh Tamiang. Kedua, pelayanan pada korban tindak pidana kekerasan yang dilakukan massa anggota KPA, sudah maksimal dengan melakukan penyidikan sesuai dengan KUHAP dan undang-undang yang berlaku, serta petunjuk teknis dan lapangan terutama jika memang dibutuhkan oleh korban suatu tindakan pengamanan maka hal itu akan diberikan dan kadang-kadang melakukan pengamanan yang melekat. Ketiga, Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu antara lain faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, faktor masyarakat dan faktor dudaya , dari beberapa faktor tersebut, faktor sarana dan jumlah personel yang paling utama yang mempengaruhi pemenuhan perlindungan korban.
Kesimpulan, terjadinya kekerasan tersebut diakibatkan tidak ada tindakan tegas atau penegakan hukum terhadap pelakunya yakni anggota KPA, sehingga menimbulkan opini publik bahwa KPA kebal hukum, saran, perlunya pengajuan kepada pimpinan Polda untuk menambah jumlah personel dan sarana dan prasarana yang proporsional, proporsional berarti disesuaikan dengan kondisi yang ada di wilayah hukum Polres Aceh Tamiang, dan mengedepankan putra daerah untuk direkrut menjadi anggota Polri yang mengetahui kharakteristik wilayah tersebut.
:: Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK)
LONTAR 4 :: Library Automation and Digital Archive