Skripsi STIK-PTIK :: Kembali ::

Penanganan kasus kontrak pengadaan 2 unit pesawat Fokker 27 Seri 600 untuk Kabupaten Jayawijaya melalui alat bukti surat oleh Satuan III tindak pidana korupsi Direktorat Reserse Kriminal Polda Papua (atas nama tersangka Nurwel Ismen)

No. Panggil : 50-08-132
Nama Orang : Achmad Fikry
Nama Orang Tambahan :
Penerbitan : Jakarta : PTIK, 2008
Bahasa : none
Deksipsi Fisik :
Catatan Umum :
Lembaga Pemilik : Perpustakaan STIK
Lokasi :
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
50-08-132 50-08-132 TERSEDIA
 50-08-132.pdf
Catatan: Hanya file pdf yang dapat dibaca online
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 30567
Pada tahun 2002 dan 2003 telah terjadi penyalahgunaan dana penyediaan dua unit pesawat Fokker 27 serf. 600 dengan melibatkan Bupati Jayawijaya, David Agustein Hubi dengan Nurwel Ismen selaku Direktur Utama PT. Air Mark Indonesia Airlines. Dalam rangka mengungkap terjadinya penyalahgunaan dana tersebut, Ditreskrim Polda Papua melalui Sat III Tipiokor memiliki kewenangan melaksanakan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Sebagai pembuktikan dalam tindak pidana korupsi diperlukan alat bukti yang menguatkan, diantaranya adalah surat. Melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus, penulis mencoba untuk melihat gambaran kasus tindak pidana korupsi oleh Nurwel Ismen beserta pelaksanaan penanganan melalui alat bukti surat oleh Sat III Tipikor Ditreskrim Polda Papua berikut kendala-kendalanya. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2002-2003 telah terjadi kontrak kerjasama proyek pengadaan pesawat Fokker 27 serf 600 yang melanggar peraturan perundangan yang berlaku antara Pemda Jayawijaya dengan PT. Air Mark Indonesia Airlines dalam hal ini atas nama tersangka Nurwel Ismen dan menyebabkan kerugian Negara sebesar Rp. 8.600.000.000,-. Sementara untuk membuktikan tindak pidana korupsi tersebut, Satuan III Tipikor Polda Papua melakukan penanganan melalui alat bukti yang salah satunya adalah alat bukti surat yang dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap Identifikasi dan Kualifikasi surat dengan memeriksa dan mempelajari surat kontrak kerja sama, pengumpulan bukti surat dari Badan Pemeriksa Keuangan, Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan tenaga saksi ahli lain yang dibutuhkan, melaksanakan gelar perkara intern penyidik untuk menyatukan persepsi atas surat-surat yang telah diperoleh dari berbagai instansi serta membahas kendala-kendala yang dihadapi selama melaksanakan penyidikan, dan terakhir berkoordinasi dengan BPK Perwakilan Provinsi Papua selaku Auditor Investigasi untuk menentukan surat-surat mana saja yang dapat dijadikan sebagai alat bukti. Sedangkan pada tahap kualifikasi, Satuan III Tipikor Polda Papua menetapkan suatu surat atas dasar jenis surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, pengkualisifikasian surat bersandar pada pemahaman penyidik dalam meneliti dan memilih surat agar dapat dijadikan alat bukti, untuk dapat menyimpulkan bahwa suatu surat dapat dijadikan sebagai alat bukti dengan cara meneliti serta melihat fungsi dan peran dari surat tersebut apakah surat tersebut dapat dijadikan alat bukti atau tidak. Adapun kendala yang dihadapi adalah keterbatasan dana operasional dalam melaksanakan penyidikan dan proses birokrasi yang panjang dari instansi lain, sehingga akibatkan lamanya pelaksanaan indentifikasi surat. Setelah melihat beberapa hasil penelitian ini saran penulis adalah agar penyidik tindak pidana korupsi melakukan koordinasi eksternal dengan instansi lain guna memudahkan pelaksanaan penanganan kasus tindak pidana korupsi, memberikan pendidikan dan pelatihan teknis penyidikan tindak pidana korupsi serta melakukan perencanaan, pengorganisasian, pemberian motivasi dan pengendalian personil secara jelas dan tegas agar tercapai hasil yang maksimal.
:: Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK)
LONTAR 4 :: Library Automation and Digital Archive