Problematika dalam penelitian ini adalah bagaimana praktek tindak pidana penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di wilayah Perairan teluk Tomini Gorontalo, bagaimana cara bertindak yang dilakukan oleh jajaran Polda Gorontalo terhadap tindak pidana penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi jajaran Polda Gorontalo dalam rangka mengungkap praktek tindak pidana penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan. Dalam menganalisis permasalahan tersebut penulis mengacu pada teori dan konsep yang diperlukan, yaitu : konsep mengenai penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, pengungkapan, Manajemen Investigasi, Manajemen Operasional Polri, penegakan hukum, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Teori Pembuktian, Teori Fixing Broken Window, Teori Aktifitas Rutin, Teori Belajar.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, bersifat deskriptit dengan metode penelitian studi kasus. Untuk mengumpulkan keterangan dan data di lapangan, penulis memilih sejumlah sumber informasi. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah wawancara tidak terstruktur, pengamatan, dan pemeriksaan dokumen. Teknik analisis data dilakukan dengan reduksi data, menyajikan data tersebut, serta menarik kesimpulan dari sajian data yang ada. Mereka yang merupakan pelaku tergolong dalam kelompok orang yang termotivasi untuk mendapatkan hasil yang lebih besar dan cepat, namun menggunakan sarana dan cara yang tidak sah (bom ikan). Motivasi tersebut timbul karena adanya potensi ikan, serta ketiadaan penjaga, dan pelaku pengeboman ikan sudah melalui proses adaptasi yaitu melalui proses belajar. Proses belajar dalam hal ini adalah belajar tentang suatu obyek yang dapat digunakan untuk memperoleh hasil ikan banyak dengan cara yang cepat, yaitu menggunakan bom ikan. Penggunaan bom ikan melanggar undang-undang khususnya pasal 84 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Jajaran Polda Gorontalo telah melakukan upaya pengungkapan dengan jalan penyelidikan dan melakukan operasi gabungan, sehingga dapat terungkap 2 (dua) kasus, dan ditemukan juga bahwa bahan dasar dari bom ikan tersebut adalah pupuk dengan merk tertentu. Sudah ada upaya dari jajaran Polda Gorontalo dalam rangka memutus peredaran pupuk tersebut, namun belum maksimal, sehingga pelaku masih bisa merakit sendiri bom ikan tersebut dan kasus pengeboman ikan masih banyak terjadi di perairan teluk Tomini Gorontalo. Faktor undang-undang bersifat mendukung (dengan adanya UU No. 3112004). Faktor sarana dan prasarana bersifat menghambat karena terbatasnya sarana dan prsarana yang ada. Faktor penegak hukum menjadi pengbambat karena adanya laporan mengenai keterlibatan anggota dalam menampung ikan hasil dari tangkapan dengan menggunakan bom ikan. Faktor masyarakat bersifat menghambat karena masih menempuh jalan pintas yang melanggar hukum, sedangkan masyarakat non pelaku kurang diberdayakan oleh jajaran Polda Gorontalo. Faktor budaya menjadi pendukung karena tidak membenarkan adanya upaya pengrusakan lingkungan yang diakibatkan penggunaan bom ikan. Saran penulis agar jajaran Polda Gorontalo meningkatkan kegiatan patroli beserta kualitas SDM, mendefinitifkan status Dit Pol Air, meningkatkan kerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan, meningkatkan partisipasi masyarakat, memutus peredaran pupuk merk tertentu yang menjadi bahan dasar utama pembuatan bom ikan di wilayah Gorontalo agar kasus bom ikan dapat diminimalisir.