Skripsi STIK-PTIK :: Kembali ::

Praktik penegakan hukum terhadap kegiatan perambahan hutan di kawasan Gunung Muria oleh Polres Kudus

No. Panggil : 46-07-159
Nama Orang : Irvan Indarta
Nama Orang Tambahan :
Penerbitan : Jakarta : PTIK, 2007
Bahasa : none
Deksipsi Fisik : xi, 108 p. : ill. , 30 cm
Catatan Umum :
Lembaga Pemilik : Perpustakaan STIK
Lokasi :
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
46-07-159 46-07-159 TERSEDIA
 46-07-159.pdf
Catatan: Hanya file pdf yang dapat dibaca online
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 30096
Kawasan Gunung Muria berdasarkan status kawasannya merupakan hutan negara yang ditetapkan sebagai hutan lindung sejak tahun 1916. Namun, status itu berubah menjadi hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi sejak tahun 2004 berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor : 359/Menhut/l/2004 tanggal 1 Oktober 2004. Dalam perkembangannya, kerusakan hutan di Kawasan Gunung Muria semakin kritis. Hal ini terjadi akibat krisis ekonomi dan terjadinya perubahan kondisi sosial masyarakat yang berimplikasi pada kerusakan sumber daya hutan. Kerusakan tersebut dapat bersifat destruktif, distorsif, dan degradatif. Fakta di lapangan terlihat bahwa lahan hutan lindung Muria sudah banyak yang gundul atau ditanami jenis tanaman produksi. Hal ini tentu saja menuntut perhatian serius dari berbagai kalangan, termasuk Polri. Implikasinya diperlukan penegakan hukum sebagai solusi permasalahan untuk melindungi kelestarian hutan lindung Muria. Berbagai teori dan konsep digunakan untuk memecahkan permasalahan tentang modus operandi, faktor-faktor pendorong, dan praktik operasional penegakan hukum yang dilakukan aparat penegakan hukum terhadap perambahan hutan di Kawasan Gunung Muria. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, sedangkan metodenya menggunakan studi kasus yang bersifat deskriptif. Penulis ingin mendeskripsikan terhadap permasalahan yang telah teridentifikasi dengan fokus pada satu obyek penelitian yaitu fenomena perambahan hutan di kawasan Gunung Muria. Secara umum hasil penelitian dapat penulis simpulkan bahwa ditemukan berbagai modus operandi perambahan hutan, baik cara maupun fasilitas yang digunakan. Sedangkan faktor-faktor pendorong perambahan hutan di kawasan Gunung Muria disebabkan oleh keterbatasan lahan perkebunan, kondisi ekonomi masyarakat sekitar hutan yang masih rendah, sistem pengamanan hutan yang belum optimal, ketiadaan pengawasan Perhutani terhadap pelaksanaan LMDH, keterbatasan personel keamanan hutan, dan perubahan status kawasan hutan Gunung Muria. Pelaksanaan penegakan hukum yang dilakukan oleh Polres Kudus hanya terfokus di luar kawasan hutan, karena adanya persepsi penegakan hukum di dalam kawasan hutan adalah otoritas PPNS Perhutani. Sedangkan Perhutani sendiri lebih memilih cara-cara preventif seperti pembinaan dan penyuluhan, karena tindakan represif dianggap tidak akan menyelesaikan permasalahan. Ketidakmampuan penegakan hukum yang dilakukan sebagai solusi permasalahan, membutuhkan resolusi yang tepat. Salah satunya pola berbagi peran sebagai alternatif resolusi penegakan hukum yang didukung pemberdayaan masyarakat dengan sistem zona hutan.
:: Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK)
LONTAR 4 :: Library Automation and Digital Archive