Abstrak
Korupsi sudah menjadi budaya, ujar Bung Hatta sekian puluh tahun yang lalu. Ajip Rosidi dalam kumpulan karangannya, Korupsi dan kebudayaan , seolah hendak membuktikan atau mendukungnya. Tentu bukan sekadar karena adanya kemiripan kata-kata.Di dalamnya ada rasa gelisah, ingin tahu, dan rasa geram, yang dikemas dengan daya kritis-kadang bercampur dengan praduga. Tulisannya campur sari akal dan rasa, menjangkau rentang waktu 5 abad ke belakang, menyentuh isyu-isyu masa kini, bahkan memantulkan harapanb masa depan. Itu semua sungguh mewakili alam pikiran sebagian-kalau bukan sebagian besar-kelompok masyarakat. Sepanjang apa yang saya ketahui, sudah ada pembahasan mengenai korupsi yang mengambil rujukan ke masa silam, apalagi ke masa kerajaan Mataram, mungkin karena terlalu jauh dan konteksnya sangat berbeda dengan realitas sekarang. Namun Kang Ajip, dengan pemaparan yang menarik, justru melihat korupsi yang menggila sekarang ini sebagai gejala yang berakar pada watak dan perilaku para pembesar pada zaman kerajaan di nusantara. Di sini, perpecahan dalam tubuh kerajaan atau pemberontakan memperebut kan tahta kerajaan melibatkan kerabat kerajaan sepanjang sejarah kerajaan atau kesultanan di seluruh Nusantara, dilihat sebagai periode awal yang mealhirkan mentalitas budaya korup, yang lebih mementingkan upaya memperkaya diri atau golongan daripada menjaga keutuhan dan kepentingan bangsa dan negara.