Abstrak
Dri sisi hak - hak sipil, tidak ada perbedaan antara laki - laki dan perempuan. Negara menjamin hal tersebut dalam peraturan perundang - undangan. Jika kemudian ada pembedaan diantara keduanya - dan perempuan menjadi subordinat yang dinomorduakan - ada yang menganalisis: ada yang salah dalam memaknai budaya lokal atau adat dan ajaran agama, terutama Islam. Adat ditafsirkan oleh semangat patriarkhis, sementara ajaran Islam diinterpretasi secara tekstual dan temporal. Dengan memahami konteks zaman saat diturunkannya sebuah ajaran, terbukti bahwa agama Islampun mengajarkan agar perkawinan dicatatkan ke negara. Dengan dicatatkannya perkawinan, negara menjamin hak - hak sipil perempuan dan anak - anak yang lahir dari perkawinan sah tersebut. Pencatatan perkawinan hanyalah salah satu bukti bagi pemenuhan hak sipil perempuan. Hak - hak sipil lainnya - serta ajaran adat dan ajaran agama yang mendukungnya - terutama dalam kaitan Nanggroe Aceh Darussalam pasca - konflik dan pasca - bencana gempa bumi dan gelombang tsunami, dieksplorasi dalam buku ini. Para penulis yang terdiri ahli hukum negara, ahli hukum Islam, ahli hukum adat dan sebagian besar tokoh Aceh adalah: Lies Sugondo, Hj. Huzaemah Tahido Yanggo dll