Abstrak
Restorative justice merupakan bentuk paradigma baru peradilan pidana di Indonesia, yang mana pendekatan dengan cara restorasi ini menjadi suatu pendekatan yang dikedepankan oleh penyidik Polri sebagaimana program prioritas Kapolri. Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis gambaran dari penerapan restorative justice dihubungkan dengan konsep keadilan prosedural dan keadilan substantif; faktor-faktor yang memengaruhi penerapan restorative justice; dan kompetensi penyidik dalam mewujudkan penerapan restorative justice yang berkeadilan. Analisis penelitian ini menggunakan konsep penyidikan, konsep keadilan restoratif, dan konsep ilmu kepolisian, beserta teori yang digunakan adalah teori keadilan, teori efektivitas penegakan hukum, teori manajemen POAC, dan teori kompetensi. Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan diantaranya melalui wawancara dengan beberapa orang informan seperti Kapolrestabes Semarang, Kasat Reskrim, para penyidik, hingga informan dari eksternal Polrestabes seperti pihak- pihak yang pernah melaksanakan penyelesaian perkara melalui restorative justice, serta juga dilakukan dengan cara studi dokumen dan observasi. Penerapan restorative justice pada penyidikan tindak pidana umum oleh Satuan Reskrim Polrestabes Semarang mengacu pada prosedur Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, yang dalam praktiknya masih cenderung mengabaikan konsep dasar keadilan restoratif seperti perlibatan peran dari penyidik dalam proses restorasi. Adanya limitasi ketentuan pada Perpol tersebut menjadi salah satu dari beberapa faktor yang memengaruhi penerapan restorative justice, disamping faktor-faktor lain seperti faktor penegak hukum yang belum pernah mendapatkan sosialisasi maupun pelatihan berkaitan dengan keadilan restoratif, faktor sarana prasarana yang tidak didukung dengan adanya anggaran khusus restorative justice, faktor masyarakat yang diakibatkan dari partisipasi pasif penyidik dalam pelaksanaan restorasi sehingga menimbulkan hasil mediasi antar pihak yang belum memenuhi rasa keadilan, serta faktor budaya pada masyarakat era digital saat ini yang memiliki kecenderungan dalam menyebarkan informasi secara luas dengan cepat, sehingga pemberitaan yang menjadi viral diasumsikan oleh penyidik sebagai sesuatu yang telah berdampak sosial. Berikutnya, kompetensi penyidik yang dianalisis pada konteks skill, knowledge, dan attitude pun masih belum mendukung secara utuh penerapan restorative justice oleh penyidik. Dari hasil penelitian ini penulis memberikan saran diantaranya agar Satuan Reskrim mampu membuat suatu pedoman kerja dan sosialisasi yang komprehensif bagi penyidik, disertai dengan peningkatan dan pengembangan kompetensi penyidik, serta peningkatan fungsi pengawasan restorative justice.