Abstrak
Meningkatnya kejahatan ITE di masa pandemi Covid-19 mendorong Satreskrim Polres Subang untuk melaksanakan layanan konsultasi hukum dengan pendekatan restorative justice dalam penyelesaiannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis tindak pidana ITE di masa pandemi Covid-19; implementasi kebijakan layanan konsultasi hukum dengan pendekatan restorative justice oleh Satreskrim Polres Subang; serta faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan layanan konsultasi hukum dengan pendekatan restorative justice oleh Satreskrim Polres Subang dalam penyelesaian tindak pidana ITE pada masa pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan Teori Implementasi Kebijakan Publik, Teori Pelayanan Publik, Teori Direct and Indirect Impact on Implementation, Konsep Konsultasi Hukum, Konsep Tindak Pidana ITE, Konsep Restorative Justice, Konsep Covid-19, dan Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/2/II/2021. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan metode penelitian lapangan. Narasumber dalam penelitian ini, antara lain Kapolres, Kasat Reskrim, Kanit Reskrim, Penyidik/Penyidik Pembantu, dan Masyarakat. Pengumpulan dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi dokumen. Teknik analisis data dilakukan melalui tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Dalam penelitian ini ditemukan 1) Tindak pidana ITE selama masa Pandemi Covid-19 di Polres Subang mengalami peningkatan. Modus tindak pidana ITE, meliputi penipuan online, pencemaran nama baik dan penipuan menyangkut bisnis online. Kejahatan ITE disebabkan banyaknya pengangguran dan akibat PSBB menjadikan masyarakat lebih sering menggunakan internet; 2) Implementasi kebijakan pelayanan konsultasi hukum melalui pendekatan restorative juctice telah berjalan sesuai dengan tujuan kebijakan. Namun, pelaksanaan kebijakan konsultasi hukum masih belum optimal karena masyarakat belum memahami prosedur dan mekanisme penyampaian dan permohonan konsultasi hukum tersebut; 3) Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pelayanan konsultasi hukum, meliputi faktor komunikasi, yaitu masih kurangnya pemahaman penyidik terhadap kebijakan karena belum terkomunikasikan dengan baik; faktor sumber daya, yaitu keterbatasan kompetensi penyidik, keterbatasan anggaran konsultasi hukum yang menginduk pada anggaran Lidik Sidik, keterbatasan peralatan ITE, ketersediaan ruang konseling; faktor disposisi, yaitu adanya komitmen dari penyidik; dan faktor struktur birokrasi, yaitu adanya SOP dalam pelaksanaan pelayanan konsultasi hukum dengan pendekatan restorative justice. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pelayanan konsultasi hukum yang diberikan dan disediakan Polres Subang juga dilakukan melalui program collaborative policing dengan melibatkan secara aktif semua stakeholder terkait dan di koordinasikan Polres Subang.