Abstrak
Masalah hak berkeyakinan, beragama, dan beribadah yang ditandai oleh radikalisasi sentimen agama dan kebencian terhadap kelompok minoritas agama tidak bisa dipungkiri merupakan hasil turunan dari kebijakan politik negara yang ambigu. Yakin saat negara di satu sisi menerapkan berbagai kebijakan formal, termasuk konstitusi dan undang-undang di level nasional yang pro ham sebagai buah gerakan reformasi, tapi, di sisi lain, pemerintah pusat nampak gamang ketika terdapat kebijakan turunan atau kebijakan lokal yang justru bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM dan kebebasan berkeyakinan, beragama dan beribadah.