Abstrak
Di wilayah hukum Poltabes Yogyakarta, tidak luput dari peristiwa unjuk rasa yang terjadi setiap tahunnya. Pada tahun 2008 terdapat 221 kasus, namun menurun pada tahun 2009 menjadi 179 kasus. Unjuk rasa yang terjadi akibat ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah setempat dan pemerintah pusat. Peristiwa unjuk rasa pada umumnya melibatkan jumlah massa yang banyak dan ada kemungkinan berkembang menjadi anarkis, jika dibandingkan antara jumlah personel Samapta dengan massa yang datang, tidak seimbang. Oleh karena itu upaya yang dilakukan oleh Sat Samapta adalah melakukan negosiasi dengan Koorlap pelaku unjuk rasa dengan harapan negosiasi tersebut mendapatkan hasil yang memuaskan semua pihak. Teori dan konsep yang digunakan adalah Unjuk rasa, strategi dalam penanganan unjuk rasa teknik negosiator dalam penanganan unjuk rasa, komunikasi, koordinasi, bentuk-bentuk gangguan kamtibmas, konsep pencegahan. Penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Poltabes Yogyakarta, pada tanggal 20 Mei sampai 5 Juni 2010. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian studi lapangan, dan teknik pengumpulan datanya melalui wawancara, dan telaah dokumen. Dalam melakukan analisa data penulis menggunakan tahap reduksi data, sajian data dan tarik kesimpulan. Temuan penelitian adalah: (1) Aksi-aksi unjuk rasa di Yogyakarta sering terjadi, rata-rata perbulan mencapai hampir lebih dari 15 kasus. Melihat tingginya angka kasus unjuk rasa di Yogyakarta, menunjukkan masyarakat semakin kritis terhadap kebijakan pemerintah. Setiap unjuk rasa yang terjadi relatif aman dan pada umumnya berupa aksi damai. (2) Dalam penerapan negosiasi, Sat Samapta bersikap melakukan suatu yang berupa persuasif dan preventif yang dimulai dengan izin unjuk rasa yang diberikan Poltabes Yogyakarta dan menghimbau agar selalu mengikuti ketentuan hukum. Pengendalian massa tersebut dapat diwujudkan dengan adanya sikap kooperatif dari pengunjuk rasa. (3) Dalam penerapannya dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni: (a)'para pihak bersedia bernegosiasi secara sukarela berdasarkan kesadaran yang penuh (willingness), (b) para pihak memiliki kesiapan untuk melakukan negosiasi (preparednees), para pihak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan (authoritative), para pihak memiliki kekuatan yang relatif seimbang (relative equal bargaining power), para pihak memiliki kemauan menyelesaikan masalah (sense problem solving). Saran, Poltabes Yogyakarta sebaiknya memberikan pelatihan-pelatihan secara rutin terhadap personel Sat Samapta dalam melakukan negosiasi dan diharapkan kemampuan/skill dalam bernegosiasi bertambah.