Abstrak
Pemanfaatan internet diberbagai bidang disamping kecanggihannya dalam segala urusan menjadi mudah, namun juga ditemui dampak negatif dari internet dimana dalam pemanfaatannya mengundang tangan-tangan kriminal dalam melakukan aktifitasnya. Hal ini memunculkan kejahatan baru cyber crime . Meskipun Undang - undang No 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik ( ITE) beberapa waktu lalu sudah disahkan, namun penanganan kejahatan dunia maya ini di Indonesia masih sangat kurang. Adapun teori dan konsep yang penulis pergunakan dalam menulis skripsi ini adalah: kepustakaan penelitian dari Tommy Wibisono mahasiswa PTIK tahun 2005 yang berjudul Penanganan Tindak Pidana Cyber Crime oleh Polda Istimewa Yogyakarta (Study Kasus Tersangka Petrus Pangkur) serta hasil penelitian dari mahasiswa Himawan Sutanto Saragih, mahasiswa PTIK tahun 2008 dengan judul °Penyidikan Kejahatan Komputer Pada Sat Cyber Crime Polda Metro Jaya (Tinjauan Pada Pengumpulan Data Elektronik Dalam Pembuktian Kejahatan Komputer) ". Disamping itu penulis menggunakan teori penegakkan hukum (Mc Rae 2005 ), Routine Activities Theory ( Cohen&Felson 1979), konsep kejahatan komputer, konsep analisis SWOT, konsep asas legalitas hukum pidana Indonesia serta konsep tata urut perundang-undangan di Indonesia. Lokasi penelitian yang dilakukan penulis adalah di Polres Sleman Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan metode studi kasus. Adapun tehnik pengumpulan datanya dengan menggunakan tehnik wawancara mendalam, anticipatory observation, document tracking. Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat menarik kesimpulkan bahwa dalam penanganan kasus tindak pidana cyber crime di Polres Sleman Yogyakarta dipengaruhi beberapa faktor, yaitu jumlah personil, kemampuan penyidik/penyidik pembantu, kurangnya sarana dan prasarana, minimnya anggaran penyidikan serta faktor koordinasi dengan Pembina fungsi teknis yaitu Direktorat Reskrim Polda DI Yogyakarta serta koordinasi dengan Kejaksaan Negeri Sleman Yogyakarta. Adapun saran yang penulis berikan terkait penanganan kasus cyber crime Peningkatan tipe Polres Sleman dari tipe B menjadi tipe A. Sehingga jumlah personal pada umumnya dan jumlah penyidik/penyidik pembantu pada khususnya kemampuan penyidik meIalui pendidikan kejuruan dan pelatihan-pelatihan. Sosialisasi terhadap peraturan perundang-undangan sangatlah panting untuk tetap dilaksanakan. Adanya alokasi anggaran yang mencukupi bagi penyidik. Anggaran tersebut hendaklah bisa membiayai penanganan perkara selama satu tahun anggaran. Sarana dan Prasarana berupa pemenuhan terhadap kebutuhan berupa komputer yang memadai, jaringan internet dan fasilitas lainnya terutama untuk mendukung jalanya penyidikan dan penyelidikan hams segera dipenuhi. Koordinasi hendaknya dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada. Penyidiklpenyidik pembantu di Polres apabila mengalami kesulitan dalam menangani suatu perkara, bisa segera berkoordinasi dengan Pembina fungsi teknis yaitu Direktorat Reskrim Polda. Disamping itu juga koordinasi dengan kejaksaan sifatnya hanya konsultasi bukan untuk mengambil keputusan. Akan tetapi penyidik/penyidik pembantu harus tahu betul tentang kewenangan yang dimilikinya sebagai penyidik. Dan tidak terpengaruhi oleh jaksa yang bertindak sebagai penuntut.