Abstrak
Sekarang ini permasalahan korupsi dirasakan semakin meningkat pesat. Masyarakatpun merasa korupsi sesudah era reformasi yang tujuannya untuk menghilangkan atau mengurangi korupsi di Indonesia, justru meningkat pesat. Sebagai suatu tindakan penyimpangan, perbuatan korupsi dapat diancam dengan pidana. Gugatan kepada koruptor secara normatif dapat ditempuh dalam beberapa jalur, yaitu pertama, jalur hukum perdata, yang diatur dalam pasal 32, 33 dan 34 UU No. 31 tahun 1999, kedua, melalui jalur hukum administrasi, yang terdapat dalam keputusan Presiden mengenai rekanan, dan ketiga, melalui jalur hukum pidana yang mengacu pada UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dan ditambah oleh UU No. 20 tahun 2001), yang mayoritas rumusan delik berasal dari KUHP.
Permasalahan korupsi dalam era milenium ketiga ini juga semakin marak karena tidak hanya terjadi di Indonesia, namun telah menjadi masalah dunia sehingga konvensi bilateral maupun multilateral menyangkut pemberantasan korupsi dirasakan semakin perlu. Dengan memperhatikan materi yang terdapat dalam konvensi, sebenarnya banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila Indonesia melakukan kerjasama Internasional dalam pemberantasan korupsi. Salah satu yang diatur di dalamnya adalah ekstradisi koruptor dan pengembalian aset dari luar negeri. Hal inilah yang paling penting bagi Indonesia karena banyak koruptor di Indonesia yang melarikan diri ke luar negeri.
Dalam buku ini akan dibahas mengenai pengertian korupsi, sebab dan akibat korupsi, sejarah perundang - undangan korupsi di Indonesia, perbandingan UU No. 3 tahun 1971 dengan UU No. 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan UU No. 20 tahun 2001. Rumusan delik dalam UUPTPK, termasuk yurisprudensi, juga diuraikan dalam buku ini untuk memberikan pengertian yang lebih luas tentang perbuatan korupsi.