Abstrak
Latarbelakang penulisan ini berawal dari penanganan unjuk rasa yang mengarah pada tindakan anakis di wilayah hukum Polda. Sulawesi Selatan clan merupakar_ gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat. Sat Brimob Sebagai institusi dalam menangani unjuk rasa dan kerusuhan massa, mempunyai wewenang melakukan tindakan preventif dan represif terhadap pelanggaran yang dilakukan para pelaku unjuk rasa. Hal ini menuntut profesionalisme Detasemen A Satuan Brimob Polda Sulawesi Selatan dalam penanganannya agar. tidak terjadi penggunaan unsur-unsur kekerasan yang dilarang dan dapat berakibat pada buruknya citra Polri di mata masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran mengenai Detasemen A Satuan Brimob Polda Sulsel, prosedur penanganan unjuk rasa, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Satuan Brimobda dan upaya yang dilakukan oleh Sat Brimob Polda Sulsel dalam meningkatkan kinerja terhadap penanganan unjuk rasa. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Makassar, dari mulai tanggaI 03 sampai 23 Desember 2009. Dalam penelitian mencoba mendeskripsikan Kinerja Detasemen A Sat Brimobda Sulsel dalam menangani unjuk rasa dikaitkan dengan teori-teori dan konsepkonsep berupa teori manajemen tim, teori kompetensi, dan teori manajemen 6M serta konsep yang diambil dari Skep Kapolri No: Skep/73/VII/2008 tentang Penanggulangan Huru Hara Brimob untuk melihat prosedur pengamanan unjuk rasa. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian studi kasus, karena tujuan penelitian ini adalah penelitian deskriftif dan menggunakan tehnik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan unjuk rasa di Kota Makasar oleh Detasemen A Satuan Brimob Polda Sulawesi Selatan dilakukan atas dasar permintaan dari satuan kewilayahan (Powiltabes Makasar) dan mulai bertindak ketika Satuan Dalmas wilayah tidak bisa mengendalikan unjuk rasa. Sedangkan prosedur penanganan unjuk rasa mengacu pada Skep Kapolri No: Skep/73/VI112008. Hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa kinerja Detasemen A Satuan Brimob Polda Sulawesi Selatan dalam menangani aksi unjuk rasa telah cukup balk karena memiliki kompetensi yang cukup tinggi dilihat dari motif, sifat, konsep diri, dan pengetahuannya untuk melakukan suatu tindakan dalam mengamankan aksi unjuk rasa. Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut. yakni berupa faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung berasal dari adanya pelatihan bidang manajerial maupun kepemimpinan terhadap komandan pasukan serta penerapan zikir kepada anggota yang beragama muslim sebagai terapi kesabaran. Namun keterbatasan jumlah personal, serta sarana dan prasarana menjadi suatu faktor penghambat dalam pelaksanaan togas. Selanjutnya upaya yang dilaksanakan oleh Sat Brimob Polda Sulsel dalam meningkatkan kinerja antara lain mengadakan fungsi tekhnis kepolisian, pembinaan disiplinlmoral dan meningkatkan motivasi anggota. Melihat basil penelitian ini penulis menyarankan beberapa hal, yakni: pertama, Perlu diadakan pelatihan fungsi tekhnis PHH terhadap anggota Brimob Sulawesi Selatan. Kedua, hendaknya anggota Brimob diterjunkan langsung bersamaan dengan anggota Dalmas. Ketiga, diperlukan konseling bagi anggota Brimob yang mengalami stress kerja. Keempat, perlu diadakan penelitian lanjutan berupa penelitian kuantitatif untuk mengukur kinerja Sat Brimob Polda Sulawesi Selatan.