Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai pelaksanaan penegakan hukum ketentuan pidana dalam undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia di Polres Bengkulu. Latar belakang dilaksanakan penelitian adalah untuk melihat sejauh mana perlindungan dan kepastian hukum atas objek jaminan fidusia dengan menerapkan ketentuan pidana atau delik pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pasal 35 dan 36 dalam proses penyidikan tindak pidana jaminan fidusia di Polres Bengkulu. Dad permasalahan tersebut diidentifikasi persoalan yang akan dikaji diantaranya yaitu bagaimana realisasi penegakan hukum ketentuan pidana dalam undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia dan pemahaman penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana jaminan fidusia serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan penegakan hukum terhadap ketentuan pidana dalam undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Dad hasil penelitian yang didapat, dikaji dengan Konsep penegakan hukum dari Soerjono Soekanto, konsep penegakan hukum dari Satjipto Rahardjo dan Teori Peran dan status menurut Paul B. Horton dan Levinson serta teori motivasi dari McClelland. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif dengan metode penelitian studi kasus, yang bertujuan untuk meneliti secara terinci dan mendalam mengenai proses pelaksanaan penegakan hukum ketentuan pidana dalam undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia dengan care menjelaskan atau berusaha untuk memahami pelaksanaan penegakan hukum dalam hal ini penerapan delik pidana undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia pasal 35 dan 36 yang dilakukan oleh Satuan Reskrim Polres Bengkulu dalam proses penyidikan tindak pidana jaminan fidusia. Untuk mencari data dengan berpedoman pada wawancara dan studi dokumen. Kemudian data yang di dapat dianalisis. Kesimpulan dari basil penelitian ini menyatakan bahwa beium terlaksananya penegakan hukum dengan menerapkan ketentun pidana dalam undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia di Polres Bengkulu. Hal ini dilihat dari penegakan hukum yang masih meggunakan ketentuan umurn dalam KUHP dengan menerapkan pawl 372 tentang penggelapan serta masih kurangnya pemahaman tentang penerapan delik pidana dalam undang-undang jaminan fidusia sehingga berdampak terhadap putusan pengadilan yang menyatakan babas. Hal tersebut menyebabkan tidak adanya kepastian dan perlindungan hukum terhadap objek jaminan fidusia khususnya kendaraan bermotor roda dua yang proses pembiayaannya menggunakan perjanjian jaminan fidusia. Oleh karena itu Poiri harus mulai dapat membenahi kekurangannya, sehingga pelaksanaan penegakan hukum dengan menerapkan ketentuan khusus seperti delik pidana jaminan fidusia dapat menunjukkuan keprofesionalan Poiri dalam pelaksanaan tugas.