Abstrak
Penelitian ini berjudul "Penanganan Unjuk Rasa Anarkis Oleh Kompi 4 Sat Brimob Polda Sumsel" yang melatarbelakangi penelitian ini adalah adanya unjuk rasa anarkis dalam rangka pemekaran kabupaten yang terjadi di Kabupaten Musi Rawas (Mura) Provinsi Sumatera Selatan. Pelaksanaan unjuk rasa tersebut telah melanggar ketentuan yang ada yaitu UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum karena dilaksanakan dengan tindakan anarkis seperti penyerangan terhadap Bupati Musi Rawas, merusak gedung DPRD dan merusak fasilitas umum. Berdasarkan situasi tersebut, pimpinan memerintahkan Kompi 4 Sat Brimob Polda Sumsel untuk memperkuat Polres Musi Rawas dalam rangka penanganan unjuk rasa anarkis. Berdasarkan hal tersebut diatas, timbul permasalahan yaitu (1) Bagaimana terjadinya unjuk rasa anarkis tanggal 7 Mei 2007 dalam rangka pemekaran kabupaten di Kabupaten Musi Rawas (2) Bagaimana penanganan unjuk rasa anarkis oleh Kompi 4 Sat Brimob Polda Sumsel (3) Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan unjuk rasa anarkis oleh Kompi 4 Sat Brimob Polda Sumsel. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa konsep dan teori yaitu konsep penanganan, konsep koordinasi, konsep MOP dengan teori kekerasan kofektif dan teori gerakan sosial. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Berdasarkan temuan penelitian bahwa gambaran unjuk rasa yang terjadi melanggar UU No. 9 Tahun 1998. Unjuk rasa yang telah menyimpang kearah anarkis sehingga dibutuhkan kehadiran PHH Brimob. Dalam penanganan ini Kompi 4 melakukan pendorongan dan pembubaran sehingga bentrok antara massa dengan pasukan PHH tidak terelakkan lagi. Dalam penindakan ini PHH Brimob menggunakan tindakan tegas sesuai dengan Skep Kapolri No. Pol.: Skep173NII/2006 tentang Buku Pedoman Pelaksanaan PHH. Penggunaan tindakan tegas sesuai dengan situasi merah dimana Kasatwil memerintahkan lintas ganti dengan Dalmas Polres. Unjuk rasa yang terjadi pada tanggal 7 Mei 2007 menurut Tilly merupakan kekerasan kolektif reaksioner karena unjuk rasa ditujukan kepada penguasalpemerintah. Tahapan-tahapan unjuk rasa mulai dari massa yang kecil sampai massa besar dianalisis menggunakan teori gerakan sosial oleh Ryan. Koordinasi dengan Satwil dan Pemda dianalisis dengan menggunakan konsep koordinasi oleh Ndrahu. Adapun rekomendasi dari penelitian ini adalah (1) perlunya antisipasi dari pihak Polres dengan mengedepankan kegiatan intelijen dan polmas untuk mencegah unjuk rasa (2) Peningkatan pembinaan kedalam dan peningkatan koordinasi dengan Satwil dan Pemda (3) Perlunya penambahan personel, sarana dan fasilitas terkait dalam penanganan unjuk rasa anarkis