Abstrak
Di Indonesia aborsi dianggap ilegal kecuali atas alasan medis untuk menyelamatkan nyawa sang ibu. Oleh karena itulah praktek aborsi dapat dikenai pidana oleh negara. Aborsi pun akhirnya menjadi buah simalakama di Indonesia. Di sisi lain aborsi dengan alasan non medik dilarang dengan keras di Indonesia tapi di sisi lainnya aborsi ilegal meningkatkan resiko kematian akibat kurangnya fasilitas dan prasarana medis , bahkan aborsi ilegal sebagian besarnya dilakukan dengan cara tradisonal yang semakin meningkatkan resiko tersebut. Angka kematian akibat aborsi mencapai sekitar 11 % dari angka kematian ibu hamil dan melahirkan, yang di Indonesia mencapai 390 per 100.000 kelahiran hidup , sebuah angka yang cukup tinggi bahkan untuk ukuran Asia maupun dunia. Dalam mencegah dan menanggulangi merebaknya kasus-kasus aborsi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai salah satu institusi pememerintah diharapkan mampu untuk berperan aktif dalam upaya menangani kasus aborsi tersebut.
Tujuan penelitian adalah untul: mengetahui bagaimana penanganan tindak pidana aborsi oleh Unit Reskrim Polsek Ngaglik, Sleman serta Kendala kendala apa saja yang mempengaruhinya.
Penulis memilih pendekatan penelitian kualitatif dengan tehnik pengumpulan data wawancara, observasi dan studi dokumen sehingga penulis dapat menghimpun data dan fakta yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Penulis menggunakan kepustakaan konseptual dengan, konsep penyidikan, konsep penegakan hukum, konsep hukum pidana, konsep kinerja dan menggunakan teori manajemen serta teori motivasi.
Dari analisis data yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa Kasus-kasus aborsi yang terjadi di Yogyakarta merupakan tugas dan tanggung jawab Polda D.1 Yogyakarta karena berada di wilayah hukum Polda tersebut, termasuk Polsek Ngaglik Sleman. Namun Pengungkapan kasus Tindak Pidana Aborsi diwilayah hukum Polda D.I Yogyakarta termasuk Polsek Ngaglik Sleman sampai saat ini rnasih sangat sulit untuk dipecahkan atau diungkap, permasalahan ini dikarenakan tindakan aparat Kepolisian dalam memberantas tindak pidana aborsi tidak mendapat dukungan dari masyarakat. Para personel Polri baik personel Reskrim rata-rata belum pernah mengikuti pelatihan mengenai penanganan dan penyidikan tindak pidana aborsi. Salah satu hal yang menghambat penegakan hukum dalam menangani kasus aborsi adalah kurang tegasnya batasan aborsi dalam KUHP serta dalam kasus aborsi kesulitannya adalah masalah pembuktian, padahal pembuktian terhadap kasus atau suatu kejahatan sangat penting agar dapat diproses melalui jalur hukum.
Dari kesimpulan tersebut penulis menyarankan agar diadakan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat, diadakannya pelatihan dan pendidikan kejuruan bagi personel Reskrim khususnya tentang tindak pidana aborsi, hal yang paling penting disini adalah perlu adanya undang undang yang tegas dan koordinasi dengan instansi terkait guna membantu proses penyelidikan dan penyidikan dalam kasus tindak pidana aborsi.