Abstrak
Penyidikan tindak pidana Pemilu pada hakekatnya merupakan wujud penegakan hukum yang diatur dalam perundang-undangan. Hal tersebut dilaksanakan berdasarkan kondisi dimana dalam setiap pelaksanaan Pemilu balk Caleg maupun Capres dan Cawapres dipastikan akan timbul pelanggaran, bail( pelanggaran administrasi, pidana bahkan sengketa hasil pemilu. Tujuan penelitian untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penyidik Polri dalam menangani pelanggaran pidana Pemilu serta mengharapkan agar para Penyidik / anggota Polri memiliki persamaan persepsi dengan aparat penegak hukum lainnya dalam hal ini KPU, Bawaslu/Panwaslu, serta Kejaksaan berkaitan dengan proses penanganan tindak pidana Pemilu. Teori dan konsep yang digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini adalah konsep penanganan hukum, konsep penyidikan, konsep kerjasama, konsep penahanan, serta teori manajemen. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus (case study). Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data. antara lain : wawancara dan pemeriksaan dokumen. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, mencakup pengelompokan data, sajian data, serta penarikan kesirnpulan. Sedangkan penelitian dilaksanakan di Sat Reskrim Polres Ponorogo. Dari hasil temuan dan pembahasan dapat dilihat bahwa sesuai dengan anatomi kejahatan atas kasus PNS Djoko Priyanto, terbukti bahwa motif dari bersangkutan untuk melancarkan tujuan istrinya dalam proses menuju ke kursi dewan dalam pemilu Caleg. Tergambarnya mekanisme penanganan atas perkara pidana pemilu caleg dimana terdapat adanya perbedaan persepsi hukum diantara panwas dan penyidik Polri yang merupakan akibat dad berubahnya susunan anggota Panwaslu yang berdasarkan UU Pemilu No 10 tahun 2008 hanya 3 orang yang berlatar belakang bukan dari aparat penegak hukum. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyidikan tindak pidana Pemilu Legislatif oleh Sat Reskrim Polres Ponorogo dimana faktor intemalnya adalah permasalahan personil dimana masih belum maksimal dalam memberikan fokus dan konsentra.si terhadap penanganan kasus dikarenakan anggota penyidik masih melakukan kegiatan secara rangkap, serta belum adanya pendidikan kejuruan khusus mengenai tindak pidana pemilu, sedangkan faktor eksternainya adalah masih adanya kekurangan atau hilangnya pasal-pasal serta minimnya sanksi pidana dalam UU Pemilu yang menimbulkan kekhawatiran pelaku melarikan diri dari tanggung jawab pidananya. Penulis menyimpulkan perlunya untuk menempatkan kembali anggota Panwaslu yang berasal dad unsur Kepolisian dan Kejaksaan. Perlu adanya penempatan anggota dimana khusus hanya menangani tindak pidana Pemilu tanpa merangkap menangani perkara pidana lainnya, perlu adanya pendidikan kejuruan khusus tindak pidana Pemilu Magi penyidik Polri, serta perlu peninjauan ulang kernbali mengenai pasal-pasal yang tidak lengkap serta sanksi Pidana pada UU Pemilu No 10 tahun 2008.