Abstrak
Kondisi geognahs Kabupaten Sarolangun dikelilingi oleh hutan sehingga memerlukan perlindungan khusus guna menjaga somber daya kehutanan. Satuan Reserse Kriminal Polies Sarolangun mer-upakan salah sate satuan kezja yang terdapat di Pokes Sarolangun yang memiliki otoritas melaksanakan penegakan hukum secara represif- Keberhasilan Satuan Reserse Kriminal Poises Sarolangun dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap setiap aktivitas illegal logging di Sarolangun merefleksikan upaya penegakan hukum secara represif terhadap para pelakunya. Melalui studi kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus, penulis rnencoba memberikan garnbar-an suatu pennasalahan secara obyektif berdasarkan data-data yang berhasil didapatkan, terkait dengan penyidikan kasus illegal logging yang dilakukan Satuan Reserse Kriminal Poh-es Sarolangun. Sebagai alai untuk menganalisa, penulis meruilih teori struktur sosial dan anomie dari Robert K. Merton yang dipergunakan sebagai alat untuk menganalisa gambaran terjadinya illegal logging di Kabupaten Sarolangun. Sedangkan untuk melihat proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal Polies Sarolangun digunakan teori manajeren dan konsep faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dari Soerjono Soekanto. Selanjutnya penulis juga tak lupa untuk melihat aspek yuridis dari penegakan hukum yang terkait dengan masalah kehutanan, yakni Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan beserta aturan perundang-undangan lainnya yang mengatur masalah illegal logging. Adapun hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian diketahui bahwa gambaran terjadinya kasus illegal logging di Kabupaten Sarolangun dilatarbelakangi oleh adanya ketergantungan masyarakat setempat dari penjualan basil panen kelapa sawit dan karet yang fluktuatif, sehingga telab mendorong masyarakat untuk melakukan segala usaha secara mudah dan cepat demi dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-Mari yang semakin meningkat. Pada kenyataannya, penangangan tindak pidana illegal logging oleh Satuan Reserse Kriminal bersumber dari limpahan kasus mengenai pengangkutan kayu tanpa SKAU dari hash kegiatan patroli yang dilakukan oleh Satuan Samapta dan Satuan Lalu Lintas Poires Sarolangun. Selma melaksanakan penyidikan dilakukan koordinasi dengan Dinas Kehutanan Poires Sarolangun yang berperan sebagai saksi ahli untuk melakukan pengujian fish: kayu dan menetapkan kebenaran terhadap kasus dugaan illegal logging yang dilakukan oleh tersangka. Namun basil temuan di lapangan memperlihatkan bahwa proses penyidikan terhadap tindak pidana illegal logging masih beluni merepresentasikan Quick Wins. Hal ini dilihat dari masih belum diberikannya SP2HP akibat kesibukan pekeijaan dan adanya kesan yang menganggap remeh pemberian SP2HP karena pelapor tindak pidana illegal logging adalah anggota Polri sendiri. Melihat beberapa basil penelitian ini penulis menyarankan agar sebagai seorang manajer operasional, Kasat Reskrim harus sexing melakukan pemantauan kepada anggotanya untuk memerintahkan pemberian SP2HP kepada pelapor gn:na meningkatkan kualitas pelayanan Poiri yang tanpa membedakan status golongan seseorang.