Abstrak
Kebebasan mengeluarkan pendapat adalah hak dari setiap warga negara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Semakin meningkatnya tuntutan akan demokratisasi serta hak asasi manusia, maka suatu aksi unjuk rasa yang mengarah pada kerusuhan massa dianggap sebagai salah satu hak berdemokrasi bagi golongan masyarakat yang merasa tidak puas. Saat ini masyarakat tengah menyoroti kinerja anggota Polri di lapangan baik dari pelaksanaan tugas pokoknya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat maupun paradigma kultumya setelah berpisah dengan TNI, namun sayangnya tuntutan tersebut belum sepenuhnya ditindak-lanjuti secara arif dan bijaksana oleh seluruh anggota Polri, dimana terbukti masih sering ditemukannya suatu penanganan unjuk rasa yang berakhir dengan terjadinya kerusuhan massa.
Berdasarkan uraian dari latar belakang mengenai kinerja yang ditunjukkan anggota Polri, maka penulis memfokuskan permasalahan mengenai kinerja yang dilakukan oleh anggota Detasemen C Satuan III Pelopor Korps Brimob Polri dalam menangani suatu unjuk rasa anarkis, antara lain adalah bagaimana kinerja anggota dalam menangani unjuk rasa anarkis dan upaya apa saja yang dilakukan oleh pimpinan dalam hal ini adalah Kepala Detasemen C Satuan III Pelopor untuk meningkatkan kinerja anggotanya sebagai kesiapan dalam menangani unjuk rasa anarkis yang diharapkan, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja dalam menangani unjuk rasa anarkis tersebut.
Dengan mengacu pada permasalahan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dan metode penelitian yang akan digunakan adalah metode studi kasus, dimana penulis melihat kasus-kasus terdahulu yang pemah terjadi terutama dalam penanganan unjuk rasa sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan, penelitian lapangan melalui wawancara dengan beberapa informan, dan studi dokumen serta teknik analisa data melalui reduksi data, penyajian dan penarikan kesimpulan.
Kondisi kinerja anggota Detasemen C Satuan III Pelopor dalam menangani suatu unjuk rasa sejauh ini masih jauh dari harapan, hal ini ditandai dengan lambatnya anggota dalam merespon suatu tugas, kemudian melakukan pergeseran ke tempat lokasi unjuk rasa, dan kemampuan mencegah terjadinya unjuk rasa anarkis sampai dengan membubarkan unjuk rasa tersebut, semua itu terjadi disebabkan karena adanya faktor-faktor penghambat baik internal maupun eksternal. Menangani suatu unjuk rasa dibutuhkan suatu organisasi yang solid dan teruji, dimana terdapat manajemen yang terencana, personil yang berkualitas serta memiliki sarana prasarana pendukung yang lengkap. Dengan terpenuhinya semua unsur tersebut maka akan mempercepat peningkatan kinerja yang diharapkan antara lain kerusuhan massa dapat ditanggulangi sesuai dengan prosedur serta hukum yang berlaku, serta tercipta keamanan dan ketertiban di tengah-tengah masyarakat.