Abstrak

Penderitaan yang dialami perempuan korban perkosaan dari aspek psikologis dan biologis yaitu, pertama yaitu kesengsaraan diri, baik tubuh maupun jiwanya, akibat langsung dari kebrutalan pemerkosa. Kesengsaraan dan penderitaan diri korban didasarkan atas telah dialaminya tindakan penganiayaan fisik, penyiksaan, pengancaman hingga ke pembunuhan, penuiaran penyakit seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki, serta kecederaan jiwa berat yang berdampak segera pada saat kejadian atau beberapa lama kemudian. Kedua adalah kesengsaraan yang berupa dampak dan akibat ikutan (tidak langsung) yaitu berupa ketidakadilan sosial, khususnya akibat masyarakat patriarki yang menerapkan standart moral ganda kepada perempuan.

Penelitian dilakukan bertujuan untuk mendapat gambaran tentang permasalahan apa saja hak yang seharusnya didapatkan perempuan korban kekerasan seksual dalam proses penyidikan, kemudian bagaimana upaya pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polres Gresik, dan untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi dalam upaya pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh Unit PPA Sat Reskrim Polres Gresik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa operasional pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual telah berjalan. Unit PPA telah menunjukkan peranannya. Namun demikian belum maksimal karena masih ada beberapa hak korban kekerasan seksual yang belum dipenuhi oleh Unit PPA.

Pada bagian akhir penulis menyimpulkan bahwa hak-hak yang seharusnya didapatkan korban kekerasan seksual dalam proses penyidikan adalah hak secara medis, hak untuk mendapatkan konseling, mendapatkan pendampingan (advokasi), hak kerahasiaan korban, hak untuk mendapatkan informasi dan perkembangan dari kasus yang dilaporkan, hak untuk tidak dipertemukan dengan pelaku. Sedangkan faktor yang menjadi penghambat yaitu kurangnya anggota Polwan. yang mempunyai pengalaman dalam penyidikan, sehingga di Unit PPA Polisi laki-laki dilibatkan dalam melakukan pemeriksaan terhadap korban, tidak adanya kerjasama dengan Psykolog di Gresik, tidal( adanya dana dari penyidik untuk biaya Visum Et Repertum, tidak adanya sarana mobil dinas untuk Unit PPA.