Abstrak

Berbagai macam persoalan yang terjadi seperti, adanya krisis ekonomi, kenaikan berbagai kebutuhan pokok, sulitnya mencari pekerjaan ataupun karena tingginya masalah urbanisasi yang terjadi, tidak dapat dipungkiri menimbulkan berbagai dampak. Salah satunya adalah perilaku penyimpangan perilaku sosial dalam masyarakat yaitu praktek prostitusi. Mengapa mereka menjadi PSK (pekerja sek komersil), karena dengan pekerjaan ini mereka bisa mendapatkan uang dengan cara yang mudah dan cepat juga tidak membutuhkan ketrampilan khusus. Timbulnya prostitusi sebagai salah satu penyakit masyarakat yang meresahkan kehidupan masyarakat di sekitarnya hams mendapat perhatian lebih, khususnya dari Polri bersama masyarakat untuk memberikan pembinaan.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, dalam upaya menangani dan mengurangi terjadinya praktek prostitusi yang terjadi dalam masyarakat, Polri dituntut untuk bisa melaksanakan strategi Polmas yang dilakukan bersama-sama dengan masyarakat yang dibentuk melalui FKPM (Forum Kemitraan Polisi Masyarakat) diharapkan bisa membina masyarakat agar dapat mengurangi dan menekan terjadinya praktek prostitusi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Differential Association dan teori kerja sama dengan konsep, Strategi, Polmas, Community Policing dan partisipasi.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif dan metode analisis. Sumber informasi dalam penelitian ini adalah Kapolsek Cisama, Anggota Polmas baik dari Polsek maupun dari FKPM yang telah dibentuk, tokoh masyarakat, masyarakat di sekitar kawasan vila Desa Tugu Selatan Cisarua. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan penelitian dokumen. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis data kualitatif yang dilakukan dengan tiga tahap yaitu : reduksi data, sajian data (data display) dan penarikan kesimpulan (verifikasi). Adapun pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan Mei dan Juni 2008.

Hasil dari penelitian ini, penulis mendapat keterangan bahwa pelaku praktek prostitusi di kawasan vila Desa Tugu Selatan usianya sekitar 20-35 tahun. Tempat beroperasinya praktek prostitusi di kawasan vila ini berada di sekitar jalan Gandamanah, jalan Sindang Subur, jalan Sukamaju, jalan Asia Afrika dan jalan Pangrango. Lokasi antara vita satu dengan lainnya berjauhan. Waktu beroperasinya prostitusi ini pada malam hari antara pukul 20.00 sampai dengan pukul 01.00 WIB.

Faktor-faktor penyebab terjadinya praktek prostitusi di kawasan vila Desa Tugu Selatan Cisarua, yaitu: 1) Tekanan ekonomi dan faktor kemiskinan, 2) Keinginan materi yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan terhadap pakaian-pakaian yang indah dan perhiasan mewah, 3) Pekerjaan sebagai pelacur tidak memerlukan ketermmpilan, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki kecantikan, dan keberanian, dan 4) Mereka datang dari keluarga broken home (keluarga yang tidak utuh dan orang tuanya bercerai) yang kurang kasih sayang. Hambatan petugas polmas beserta masyarakat dalam menangani praktek prostitusi di kawasan Vila Desa Tugu Selatan Cisarua, ada 2 macam yaitu: 1) Hambatan internal yang terdiri dari: a) Kurangnya personal/ petugas Polmas dan anggota FKPM dan b) Kurangnya dana serta sarana prasarana, 2) Hambatan eksternal yang terdiri dari: a) Kurangnya kerjasama dan partisipasi masyarakat, b) Mayoritas PSK seringkali menggunakan identitas palsu, c) Mobilitas PSK begitu tinggi, sehingga mempersulit pelacakan, dan d) Hampir tidak adanya keluhan dari PSK dan pengguna menyangkut aktivitas seksual yang dilakukan.

Strategi Polmas sebagai media penanganan praktek prostitusi di kawasan vila Desa Tugu Selatan Cisarua yaitu: 1) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi serta penambahan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan tugas polmas, 2) Menyediakan dukungan anggaran yang memadai dalam pelaksanaan tugas polmas, 3) Membina kemitraan dengan tokoh-tokoh masyarakat termasuk membentuk Forum Kemitraan Polisi-Masyarakat (FKPM), 4) Meningkatkan partisipasi masyarakat, 5) Mengadakan kerjasama dengan instansi terkait, dan 6) Pendekatan kemanusiaan kepada para pelaku protitusi.