Abstrak

Selain Polri, yang berwenang melakukan penyidikan adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). PPNS sebagai suatu badan yang melakukan penyidikan di samping penyidik Polri antara lain berwenang dalam pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu sesuai dengan lingkup perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya, dalam lingkungan instansi tertentu seperti Bea dan Cukai, Imigrasi, Kehutanan, Pengawas Obat dan Makanan, Paten, Mark, Hak Cipta dan lain-lain. Dalam pelaksanaan pengawasan yang dilakukan Polri dirasa kurang, sehingga penyidikan yang dilakukan oleh PPNS banyak terdapat kendala. Peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian mengenai upaya Polri dalam rangka pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Alasan ketertarikan peneliti memilih tema tersebut adalah karena pada kenyataan di lapangan, sering tidak terjadi pengawasan terhadap PPNS pada pelaksanaan penyidikan. Berdasarkan Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI Dengan Kabareskrim, PPNS BPOM, PPNS Depkes, PPNS Dephut, PPNS Dephub Dan PPNS Bapepam juga disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas di lapangan, PPNS sering menghadapi kesulitan dalam berkoordinasi dengan jajaran kepolisian di tingkat pelaksana lapangan.

Teori dan konsep yang digunakan. Koordinasi, Pengawasan, Penyidikan Tindak Pidana. Manajemen, Petunjuk Lapangan Tentang Koordinasi dan Pengawasan Penyidik terhadap PPNS, Ttugas penyidik Polri terhadap Penyidik Pegawai negeri Sind dijelaskan dalam Buku Petunjuk Lapangan Polri tahun 2000 tentang Koordinasi dan Pengawasan serta Pembinaan Teknis Penyidik Polri terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Kesimpulan, Aktivitas PPNS dalam penyidikan tindak pidana menurut penulis merupakan suatu bentuk pengendalian hukum dari suatu bidang. Karma untuk mengharapkan penegak hukum (Polri) untuk melakukan penyidikan di semua bidang dipcngaruhi jumlah personel, kemampuan dan lain sebagainya. Hal disimpulkan karena PPNS memiliki wewenang dalam hal melakukan penyidikan dan memiliki dasar hukum dan juga disebabkan adanya kemampuan PPNS dalam melakukan penyidikan secara sektorial..Kendala-kendala yang dihadapi dapat disimpulkan disebabkan pelaksanaan pengawasan tidak koordinatif, dengan kata lain tidak memiliki rasa saling ketergantungan. Dart ketiga saling ketergantungan tersebut penulis lebih memilih sating ketergantungan timbal batik (reciprocal interpendence) yang merupakan hubungan saling memberi dan menerima antara satuan organsisasi. Semua kendala diakibatkan karma ada rasa ego sektoral, dan rasa timbal baliknya tidak ada, sehingga ada rasa ketakutan dari PPNS, jika pengawasan dilakukan penyidik Fold, maka wewenang dalam melakukan penyidikan akan berkurang sehingga terkesan PPNS tidak mau koodinatif dengan Penyidik Polri.Dari semua upaya yang dilakukan Polri dalam mengatasi kendala-kendala, masih sulit dilakukan terutama dalam membenahi DIPA dan struktur di tingkat Polsek, pada kenyataannya belum terealisasi adanya personel Korwas di tingkat Polsek. Sehubungan disebabkan pelaksanaan pengawasan tidak koordinatif, maka penulis menyarankan perlunya menunjuk pejabat penghubung (liason officer) dari PPNS dengan Polri.