Abstrak
Polri masih terkesan arogan, hal ini terlihat dalam pelaksanaan penyidikan dimana masih didapati beberapa penyimpangan - penyimpangan khususnya dengan penggunaan tindak kekerasan yang dilakukan oleh penyidik terhadap tersangka dalam proses pemeriksaan, sehingga mengesankan Polri tidak menjunjung tinggi hak asasi manusia khususnya hak tersangka dalam menjalani proses hukum.

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis melakukan penelitian tentang Tindak Kekerasan Penyidik Terhadap Tersangka Dalam Proses Pemeriksaan Pada Satuan Reserse Kriminal Polres Bojonegoro. Permasalahan dalam penelitian ini meliputi terjadinya penyimpangan perilaku penyidik dalam bentuk tindak kekerasan, bentuk-bentuk tindakan kekerasan yang dilakukan penyidik dan faktor-faktor yang menyebabkan penyidik melakukan tindak kekerasan terhadap tersangka dalam proses pemeriksaan.

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis serta teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan (observasi), wawancara dan telaah dokumen, waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai dengan Maret 2008.

Dalam temuan penelitian, masih ditemukan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh penyidik dalam proses pemeriksaan. Hal tersebut bertujuan mengejar pengakuan tersangka atas tindak pidana yang dituduhkan kepedanya. Dalam penelitian ini digunakan beberapa teori dan konsep. Teori yang digunakan yaitu teori rangsang balas, teori frustasi agresi, teori Kekerasan dan teori belajar 1 sosialisasi, sedangkan konsep yang digunakan adalah konsep pengawasan. Teori dan konsep tersebut digunakan sebagai pisau analisis dalam membahas setiap permasalahan dalam skripsi ini.

Diakhir skripsi ini disimpulkan bahwa terjadinya tindak kekerasan penyidik terhadap tersangka disebabkan antara lain adanya keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penyidik di bidang penyidikan serta adanya target waktu yang diberikan kepada penyidik untuk mengungkap suatu perkara yang menyebabkan penyidik merasa terbebani dan pada akhirnya menggunakan cara yang dianggap mudah dan cepat untuk mengungkap perkara dengan melakukan tindak kekerasan. Untuk mengatasi hal tersebut disarankan meningkatkan sumber daya manusia penyidik melalui pendidikan kejuruan reserse dan pelatihan tentang teknis dan taktik penyidikan serta selektif prioritas terhadap perkara yang diberikan target waktu untuk pengungkapannya, hal ini dimaksudkan agar penyidik tidak terbebani dalam melakukan pengungkapan perkara.