Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pelayanan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Polrestro Jakarta Utara terhadap korban kekerasan dalam rua-nah tangga. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelayanan dengan melihat pelayanan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestro Jakarta Utara dalam pelayanan terhadap kekerasan dalam rumah tangga.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriplif dengan pendekatan kualitatif, dimana penulis melakukan wawancara beberapa informan dan terlibat langsung terhadap infonnan antara lain: Kapolrestro Jakut, Kasat Reskrim, Pembantu penyidik, Kasubnit, palatal dan korban. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh keterangan dari informan tersebut. Adapun daerah penelitian adalah daerah hukum Polrestro Jakarta Utara dalam waktu selama kurang lebih (5) minggu, 6 September 2007 sampai dengan tanggal 4 November 2007.

Kekerasan dalam rumah tangga sebenamya telah terjadi sejak jaman dahulu karena dalam setiap keluarga pasti pemah terjadi pertengkaran. Namun,hal ini belum mendapat perhatian yang serius karena kekerasan dalam rumah tangga senantiasa dianggap sebagai masalah pribadi atau merupakan masalah keluarga yang sebaiknya diselesaikan dalam keluarga. Sehingga, pihak luar termasuk aparat penegak hukum tidak selayaknya turut campur. Selain itu, masyarakat tidak mengenal kekerasan dalam rumah tangga sebagai kejahatan atau tindak pidana. Kekerasan dalam rumah tangga seingkali tidak diungkapkan karena pada umumnya para korban enggan untuk mengemukakan pengalaman pahitnya, bahkan kepada siapapun.

Hasil temuan bahwa untuk mengoperasikan dan pencapaian tujuan organisasi Polri tersebut khususnya Unit Pelayanan Perempuan dan Anak yang fokusnya pada pelayanan terhadap korban, maka fungsi manajemen harus dijalankan. Fungsi-fungsi tersebut di jalankan melalui bagaimana perencanaannya, pengorganisasiannya, pelaksanaannya, pengawasannya, dan pengendalian. Faktor yang memepengaruhi peran PPA dalam memberikan pelayanan antara lain, Keterbatasan petugas yang melayani, tidak adanya piket karena jumlah anggota PPA hanya 4 orang Polwan, ketidaktahuan masyarakat tentang keberadaan UPPA sehingga masyarakat sering salah dalam melapor. Selain itu faktor korban yang terlalu emosi dalam menghadapi permasalahan yang dialami, rasa malu untuk melapor dan ketidaktahuan kemana harus melapor.

Atas dasar tersebut, disarankan perlunya meningkatkan kemampuan UPPA baik secant kuantitatif maupun ketrampilan yang dimiliki serta pemahaman terhadap pennasalahan KDRT. Mengingat kasus KDRT yang terjadi diwilayah hukum Polrestro Jakarata Utara sangat komplek artinya modus operandinya selalu berbada antara yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut menuntut kejelian kepada anggota UPPA dalam menggunakan Undang-Undang untuk menjerat pelakunya.