Abstrak

Pluralisme hukum secara umum sebagai situasi dimana terdapat dua atau lebih sistem hukum yang berada dalam suatu kehidupan sosial. Pluralisme hukum harus diakui sebagai sebuah realitas masyarakat bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki sistem hukum sendiri yang berbeda antara satu dcngan lainnya seperti dalam keluarga, tingkatan umur, komunitas, kelompok politik, yang merupakan kesatuan dari masyarakat yang homogen dan pluralitas sendiri merupakan ciri khas bangsa Indonesia.

Hukum adat sebagai hukum yang hidup (living law) dikonsepsikan sebagai suatu sistem hukum yang terbentuk dan berasaI dari pengalaman empiris masyarakat pada masa lalu, yang dianggap adil atau patut dan telah mendapatkan legitimasi dari penguasa adat sehingga mengikat atau wajib dipatuhi (bersifat normatif). Proses kepatuhan terhadap hukum adat, mula-mula muncul karena adanya asumsi bah va setiap manusia, sejak lahir telah diliputi oleh norma-norma yang mengatur tingkah laku personal untuk setiap perbuatan hukum dan hubungan-hubungan hukum yang dilakukannya dalam suatu interaksi harmonis. Dengan demikian, masyarakat dan anggota-anggotanya menjalankan perintah-perintah normatif ini tanpa memandangnya sebagai suatu paksaan melainkan karena anggapan bahwa perintah-perintah tersebut memang demikianlah seharusnya.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Sintang dalam menyelesaikan kasus kecelakaan ialu lintas pada umumnya menggunakan kedua hukum yang berlaku, yaitu hukum adat dan hukum positif serta ada jugs yang menggunakan secara edukatiflinformal. Penegakan hukum dalam penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Sintang, baik melalui hukum positif maupun hukum adat sangat dipengaruhi oleh hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, faktor budaya hukum. Kendata dalam penegakan hukum penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas yang berkaitan dengan pluralisme hukum di Kabupaten Sintang pada dasarnya berkaitan dengan cara pandang masyarakat (adat) terhadap kedudukan hukum positif di satu pihak dengan kedudukan hukum adat di pihak yang lain.