Abstrak

Merek merupakan bagian dari persoalan hak kekayaan intelektual yang mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menentukan kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa. Untuk memberikan perlindungan terhadap merek, pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek. Terkait dengan perlindungan merek maka Satuan Reskrim Poltabes Pekanbaru telah melakukan proses penyidikan terhadap tindak pidana merek Muraqua di wilayah Pekanbaru dengan menerapkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 651IMPPIKep11012004 tentang persyaratan Depot Air Minum dan perdagangannya serta Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek.

Penelitian yang dilakukan pada Unit Ekonomi Sat Reskrim Poltabes Pekanbaru ini memiliki tiga tujuan, yaitu Pertama, menggambarkan dan menjelaskan praktek tindak pidana merek yang di lakukan oleh tersangka Steve Maxsimus bin Timun Kiang dengan menerapkan Teori Anomie yang dikemukakan oleh Robert K Merton. Kedua, menjelaskan proses penyidikan tindak pidana merek Muraqua oleh Satuan Reskrim Poltabes Pekanbaru dengan tersangka Steve Maxsimus menerapkan Teori Penegakan Hukum yang dikemukakan oleh Ham is Mc Rae. Ketiga, menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyidikan tindak pidana merek Maraqua tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dan bersifat Studi Kasus teknik pengumpulan data yang digunakan berupa Wawancara, Observasi dan Studi dokumen. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif. Tempat dan waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Poltabes Pekanbaru antara bulan Juli 2007 hingga November 2007.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyidikan yang dilakukan oleh Unit Ekonomi Sat Reskrim Poltabes Pekanbaru belum dilaksanakan secara maksimal, hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu Pertama, masih adanya penyidikan yang dilakukan oleh anggota yang tidak ahli dibidangnya, belum berpengalaman dan belum pernah memiliki kejuruan dibidang merek. Sehingga penyidik kurang jeli dalam penerapan pasalnya karena tidak menguasai perundang-undangan yang mengatur tindak pidana tersebut. Kedua, Koordinasi antar instansi terkait masih lemah sehingga terjadinya ketidak sepahaman dalam penafsiran tindak pidana yang terjadi.

Penulis menyarankan agar pimpinan Polri dapat meningkatkan pembinaan terhadap personal Sat Reskrim berkaitan dengan kualitas personal dalam bidang tugas penyidikan melalui program pengusulan pendidikan kejuruan dan meningkatkan koordinasi antar instansi terkait untuk membentuk kinerja terpadu guna menghindari terjadinya ketidak sepahaman dalam penafsiran tindak pidana.