Abstrak

Penambangan tanpa ijin di Desa Tangar merupakan salah satu tindak pidana di luar KUHP yang diatur berdasarkan Peraturan Daerah Kotim Nomor 20 tahun 2002 tentang Pokok Pertambangan Umum dan Undang-Undang Pertambangan Nomor l 1 tahun 1967, sedangkan dampak lingkungan yang diakibatka penambangan tanpa ijin diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1999. Meskipun telah ada peraturan-peraturan yang melarang kegiatan penambangan tanpa ijin, tetapi pada prakteknya masih banyak masyarakat yang melakukan penambangan tanpa ijin tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai hal, modus operandi pelaku penambangan tanpa ijin.

Temuan data penelitian ini menunjukkan bahwa para pelaku penambangan tanpa ijin di sekitar Desa Tangar sebagian besar melakukan penambangan dengan cara tradisional di lokasi-lokasi yang jauh dari WPR Tangar agar tidak mudah diketahui oleh aparat penegak hukum. Hasil penambangan tanpa ijin tersebut dijual kepada pengepul yang menampung hasil tambangan untuk dijual kembali pada perusahaan pengolah zirkon. Temuan data yang berhubungan dengan motif para penambagan tanpa ijin berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Para penambangan tanpa ijin tidak dikenakan biaya apapun seperti para penambangan di WPR yang dikenakan pungutan-pungutan terhadap hasil tambang dan peralatan yang digunakannya. Perbedaan tersebut mendorong para penambangan melakukan penambangan tanpa ijin di luar WPR.

Penegakan hukum yang dilakukan oleh Polres Kotim, kejaksaan dan Pengadilan menunjukkan usaha yang kurang maksimal. Pada satu sisi sumber daya manusia di Polres Kotim yang merupakan ujung tombak penegakan hukum penambang tanpa ijin kurang memadai karena secara teknis tidak memahami peraturan-peraturan yang berhubungan dengan Undang-Undang Pertambangan dan Undang-Undang Lingkungan Hidup yang berhubungan dengan penegakan hukum terhadap penambangan zirkon tanpa ijin di Desa Tangar. Kejaksaan dan Pengadilan tidak dapat melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku penambangan tanpa ijin karena bukti-bukti yang ditemukan dalam proses penyidikan kurang memadai sehingga kasus-kasus yang diajukan oleh Polres hanya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ringan. Penegakan hukum terhadap para pelaku penambangan tanpa ijin juga terhambat oleh adanya kolusi di kalangan para penegak hukum dalam menyelesaikan masalah penambangan tanpa ijin melalui cam yang cepat.

Dari hasil analisis terhadap temuan-temuan data di atas diperoleh kesimpulan bahwa modus operandi yang digunakan oleh para pelaku penambangan zirkon tanpa ijin di Desa Tangar adalah menambang zirkon di lokasi-lokasi yang jauh dari WPR Tangar agar tidak mudah diketahui keberadaannya. Penambangan dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan alat-alat sederhana seperti cangkul, sekop dan genset untuk menyedot air pada proses pemisahan pasir dan zirkon. Hasil tambangan zirkon para penambang tanpa ijin dijual kepada pengepul yang bertindak sebagai perantara antara para penambang dengan perusahaan pengolah zirkon, faktor-faktor yang mendorong masyarakat melakukan penambangan di luar WPR Tangar dapat dibedakan ke dalam dua kategori faktor yaitu faktor kesadaran hukum dan faktor motivasi. Faktor kesadaran hukum berhubungan dengan kepatuhan hukum masyarakat yang rendah akibat kurangnya sosialisasi peraturan dari pemerintah daerah serta kurang sadarnya masyarakat akan prosedur hukum penambangan yang berlaku.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak adanya penegakan hukum terhadap pelaku penambangan zirkon tanpa ijin di desa Tangar adalah faktor penegak hukum tidak menguasai tehnis penyidikan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, faktor sarana dan prasarana penegakan hukum tidak memadai dan faktor masyarakat yang tidak memahami adanya peraturan hukum. Keempat faktor tersebut berpengaruh negatif pada penegakan hukum pelanggaran penambangan tanpa ijin, artinya penegakan hukum tidak berjalan karena keempat faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap pelanggaran penambangan zirkon tanpa ijin tidak berjalan.