Abstrak

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran terjadinya tindak pidana eksploitasi Sumber Daya Air Bawah Tanah di wilayah Kota Semarang, bagaimana pelaksanaan penegakan hukum yang dilakukan oleh Sat Reskrim Polwiltabes Semarang terhadap tindak pidana eksploitasi sumber daya air bawah tanah, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi daiam Penegakan hukum terhadap tindak pidana eksploitasi sumber daya air bawah Lanah yang dilakukan oleh Sat Reskrim Polwiltabes Semarang.

Dalam menganalisis permasalahan tersebut penulis menyusun teori dan konsep yang diperlukan, yaitu : konsep tindak pidana eksploitasi sumber daya air, konsep penegakan hukum, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, konsep manajemen penegakan hukum, Teori Pembuktian, Personal dan Social Control Theory.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode penelitian yang bersifat studi kasus. Untuk mengumpulkan keterangan dan data di lapangan, penulis memilih sejumlah sumber informasi. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah wawancara, pengamatan, dan pemeriksaan dokumen. Sedangkan teknik analisis data dilakukan dengan reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Berdasar penelitian yang dilakukan di lapangan, penulis menyusun pembahasan dengan mempergunakan teori yang ada. Eksploitasi sumber daya air (ABT) terjadi karena masyarakat Kota Semarang masih menggunakan jalan pintas dalam hal pemanfaatan sumber daya air yang ada, serta tidak adanya kontrol sosial baik secara pribadi maupun kelompok. Tidak adanya kemampuan lembaga-lembaga yang ada di masyarakat dalam hal ini adalah Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Tengah maupun jajaran Polwiltabes Semarang untuk melaksanakan norma-norma maupun peraturan yang ada sebagaimana diatur dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Penegakan hukum terhadap tindak pidana eksploitasi sumber daya air (ABT) oleh Sat Reskrim Polwiltabes Semarang sangat panting dilaksanakan dan perlu dilakukan sesegera mungkin dalam rangka menjaga kelangsungan serta kelestarian sumber daya air yang tersedia, menghindari terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan secara luas, serta mewujudkan adanya kepastian hukum dalam masyarakat.

Faktor undang-undang bersifat mendukung penegakan hukum karena UU No.7 Tahun 2004 menjadi landasan Polwiltabes Semarang dalam menegakan hukum. Faktor sarana dan prasarana, dari segi kualitas SDM menghambat, yaitu kurangnya penguasaan anggota terhadap matpri UU. Faktor penegak hukum bersifat menghambat. Faktor masyarakat bersifat menghambat karena mereka lebih senang menempuh jalan pintas yang melanggar hukum. Faktor budaya menjadi pendukung karena tidak membenarkan adanya upaya pengrusakan lingkungan yang diakibatkan pengambilan air bawah tanah. Saran dari penulis agar Distamben memperketat dalam hal penerbitan dan pengawasan ijin pemanfaatan sumber daya air (ABT), tingkatkan koordinasi antara Penyidik Polri serta PPNS, meningkatkan inisiatif anggota Polri, serta sosialisasi perundang-undangan ditingkatkan.