Abstrak

Penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan fungsi lembaga adat desa yaitu Majelis Karama Adat Desa Bentek dan Desa Genggelang dalam penyelesaian perambahan kawasan hutan lindung di Kecamatan Gangga, yaitu dengan memberikan sanksi kepada perambah berdasarkan awig-awig adat. Penelitian juga dimaksudkan untuk mengetahui tindakan yang dilakukan oleh Polres Lombok Barat terhadap berfungsinya Majelis Krama Adat Desa tersebut.

Untuk menjawab permasalahan sosial dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data yang dilaksanakan di Kabupaten Lombok Barat dari tanggal 1 Desember 2006 sampai dengan 6 Januari 2007, menggunakan teknik pengamatan dan wawancara mendalam yang tidak terstruktur untuk mendapatkan data primer. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan Berta data tentang kondisi hutan, perambahan hutan yang terjadi di wilayah Gangga, dan data pada Polres Lobar dan Dinas Kehutanan Lobar yang terkait dengan permasalahan penelitian.

Penelitian ini menggunakan teori strain untuk membahas atau menganalisa adanya praktik perambahan hutan. Kekurangpaduan antara apa yang diminta oleh budaya (yang mendorong kesuksesan) dengan apa yang diperbolehkan oleh struktur (yang mencegahnya memperoleh kesuksesan), dapat menyebabkan norma-norma runtuh karena tidak lagi efektif untuk membimbing tingkah laku.

Berfungsinya Majelis Krama Adat Desa (MKAD) dalam menyelesaikan dan menurunkan angka perambahan hutan dikawasan hutan lindung di Kecamatan Gangga, dapat terlaksana karena adanya keteraturan sosial di masyarakat adat desa Bentek dan desa Genggelang yang mengacu pada pranata adat. Pembentukan lembaga adat tersebut juga mengacu pada hukum negara dan adanya pengakuan dari aparat. Ditemukan juga adanya kemajemukan tatanan hukum yang terdapat di masyarakat adat, sistem hukum yang ada dipandang sama kedudukannya dan tidak terdapat hierarki yang menunjukkan sistem hukum yang satu lebih tinggi dari yang lain. Permasalahannya hanya terletak pada kendala penegakan hukum oleh aparat pemerintah. Fakta diatas dapat dilihat sebagai perwujudan pluralisme hukum di masyarakat. Sementara itu tindakan yang dilakukan oleh Polres Lombok Barat terhadap berfungsinya MKAD, pada prinsipnya merupakan bentuk diskresi kepolisian.

Sebagai bagian akhir dari penulisan skripsi, penulis memberikan saran berupa peningkatan Program Pembangunan Hutan Tanaman Unggulan Lokal, segera mensyahkan Peraturan Daerah tentang Pengukuhan Masyarakat Hukum Adat dan sebagai saran ketiga adalah Polres Lombok Barat mengeluarkan kebijakan administrasi tentang dukungan kepada MKAD sebagai wujud penerapan diskresi kepolisian.