Abstrak
Sesuai dengan wataknya yang terikat oleh situasi budaya yang melingkupinya (cultural bounded), maka penafsiran terus menerus atas ajaran agama perlu dilakukan. Penafsiran itu dilakukan bukan dalam kerangka menegasikan pesan agama, tetapi sebagai upaya untuk menjadikan pesan agama relevan dengan perkembangan zaman. Dalam konteks Islam, upaya penafsiran dan pengembangan pemikiran, termasuk pemikiran hukum Islam dilakukan dalam rangka mewujudkan misi dasar Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, mewujudkan kemaslahatan bagi kehidupan manusiadi segala tempat dan waktu (shalih likulli zaman wa makan). Sejarah menunjukkan bahwa pro dan kontra terus menerus terjadi di medan pemikiran Islam. Oleh karena itu, umat Islam harus memahami fenomena pro dan kontra itu sebagai bagian dari watak Islam yang akan terus dinamis, berkembang sesuai dengan perkembangan pemikiran umatnya. Islam akan terus dihayati dan dipikirkan serta terus dikembangkan menjadi berbagai macam turunan penafsiran yang menghasilkan kekayaan khasanah pemikiran Islam dari waktu ke waktu. Pemikiran Islam kemudian melahirkan khasanah intelektual yang berlapis - lapis, semacam geologi pemikiran yang terdiri dari teks primer, sekunder hingga teks tertier. Usaha untuk menjadikan Al-Qur'an agar selalu shalih likulli zaman wamakan ini, salah satunya dilakukan oleh intelektual asal Damaskus Syiria dengan teori bududnya, yaitu Muhammad Syahrur.