Abstrak
Mengapa kegagalan ideologi, seperti misalnya yang dialami Uni Soviet dan beberapa negara komunis Eropa Timur lainnya, mengakibatkan disintegrasi negara bangsa ? Apa yang dapat mengikat suatu bangsa pluralistik modern, sebagai suatu bentuk kerjasama sosial bisa mempertahankan kesatuan dan stabilitas yang berkelanjutan ? Jawaban atas pertanyaan ini dapat kita temukan dalam teori keadilan John Rawls dan Jurgen Habermas yang dibahas di dalam buku ini. Bagi Rawls dan Hobermas, kerjasama sosial masyarakat pluralistik modern dapat stabil dan berkelanjutan hanya apabila kerjasama sosial itu didasari prinsip keadilan. Tapi ada banyak konsep keadilan sosial. Bukankah sosialisme/komunisme sebagaimana diklaim pendukungnya sudah merupakan ideologi keadilan karena menekankan prinsip kesamaan (equality) kontras dengan liberalisme yang menekankan prinsip kemerdekaan (liberty) ? Bagi Rawls dan Habermas, keadilan sosial tidak lagi cukup dipahami sebagai hanya menekankan salah satu prinsip saja; keadilan sosial haruslah mengekspresikan prinsip kesamaan dan kemerdekaan sekaligus. Keadilan sosial tidak hanya berarti kecukupan nasi, tetapi juga berkecukupan demokrasi. Buku ini dilampiri wacana pasca kajian sekitar pemikiran keadilan sosial di Indonesia, khususnya dari Sukarno dan Hatta. Dihadapkan pada pandangan kedua tokoh pemikir pejuang kemerdekaan itu, teori Rawls dan Hebermas seakan menerima dan menampung kritik - kritik Soekarno dan Hatta lebih setengah abad silam terhadap yang mereka sebut individualisme dan demokrasi liberal Barat. Kritik - kritik itu yang telah ikut mendasari faham keadilan sosial Sukarno maupun Hatta, bahkan para pemikir pejuang kemerdekaan Indonesia lainnya.